Aku wanita karir, memilik suami yang baik dan anak-anak hebat. Selama 21
tahun menikah hidupku bahagia dan karirku cemerlang. Eka adalah nama
yang diberikan oleh orangtuaku 42 tahun yang lalu karena memang aku
adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Dalam usiaku yang tidak muda
lagi ini aku senantiasa untuk menjaga penampilan agar tetap ideal.
Bagiku, penampilan merupakan hal yang pertama kuperhatikan karena aku
ingin tetap terlihat cantik, modis dan menawan.
Setelah lulus sebagai sarjana ekonomi, aku menikah dengan seorang
seniorku dulu di fakultas. Suamiku bekerja di satu instansi pemerintah.
Kami telah dikaruniai tiga orang anak. Dengan bantuan suamiku, aku
diterima kerja di satu perusahaan perbankan yang cukup terkenal.
Sebelumnya atau lebih tepatnya sepuluh tahun yang lalu aku hanya seorang
karyawan di perusahaanku ini. Untungnya bisa dibilang perjalanan
karirku lumayan bagus, karena tiap dua tahun ketika ada promosi jabatan
aku selalu mendapatkan kesempatan itu. Begitu pun dengan tambahan gaji,
sarana dan prasarana pun aku dapatkan ketika mendapatkan jabatan yang
lebih tinggi. Sejak menjadi kepala bagian, waktu kerjaku pun bertambah,
10 sampai 14 jam sehari, dan lima hari dalam seminggu.
Setahun yang lalu, di departemen yang aku bawahi masuk seorang karyawan
baru yang sangat tampan. Ketampanannya membuatku hanyut. Laki-laki yang
bernama Ferdy itu berusia 32 tahun. Jujur saja, sejak pertama kali kami
bertemu, sebenarnya kami langsung saling tertarik. Namun kami saling
menahan diri karena status di pekerjaan dan masing-masing kami sudah
memiliki keluarga. Singkat cerita beberapa bulan terakhir, aku sangat
dekat dengannya. Entahlah bagaimana ceritanya kami bisa dekat, yang
pasti sudah terdengar oleh telingaku gosip-gosip miring di kantorku
tentang hubungan kami.
Suatu hari perusahaanku diguncang kasus rush money yang membuat
semua pegawai panik. Untuk beberapa malam, aku dan para pegawai terpaksa
harus bekerja sampai larut malam di kantor. Bahkan diakhir pekan dan
hari libur nasional sekali pun terpaksa kami berada di kantor.
Di suatu malam, ketika sedang mendekati frustrasi karena rumitnya
pekerjaan, Aku dan Ferdy pergi ke suatu kafe di bilangan pusat kota. Ya,
sekedar minum dan melepas lelah. Aku duduk di kursi yang berdampingan
dengan Ferdy. Sambil menyeruput minuman segar, kami menikmati alunan
musik berirama slow. Suasana terasa romantis.
“Pekerjaan kali ini adalah paling berat yang pernah aku hadapi selama
kerja di perusahaan ini. Untungnya, aku bekerja dengan kamu.” Dengan
sedikit menarik nafas aku berkata padanya. Tanpa sadar dan untuk pertama
kalinya, kulingkarkan lenganku pada Ferdy, lalu aku senderkan kepalaku
di bahunya.
“Sabar ya, Mbak … Pasti bisa diselesaikan … Perusahaan kita masih
kuat bertahan kok … Modal kita banyak dan sebentar lagi bantuan
pemerintah akan datang …” Sambil menggenggam tanganku, ia terus
memberikan motivasi untuk menguatkanku. Tiba-tiba, aku ingin memeluk dan
menciumnya, meski kami menyadari masing-masing telah menikah.
“Sudah jam 11 malam, Fer … Apakah istrimu tidak mengkhawatirkanmu?” Tanyaku sambil mempererat lingkaran tanganku padanya.
“Istriku sudah kuberitahu kalau aku akan pulang larut …” Jawabnya sangat tenang.
“Boleh aku tanya sesuatu?” Kataku agak pelan.
“Katakan saja.” Ucap Ferdy.
“Menurutmu … Aku ini seperti apa?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku.
“Hhhhmm … Mbak sangat istimewa …” Jawabnya setengah berbisik.
Langsung saja hatiku berbunga-bunga karena panah cinta yang sangat indah
telah menembus dadaku.
Malam pun semakin larut hingga aku dan Ferdy bergegas pulang. Malam itu,
Ferdy mengantarku pulang. Ketika aku hendak keluar dari mobilnya, ia
memegang lenganku dan mencondongkan tubuhnya ke arahku. Dengan lembut ia
membisikkan ke telingaku, “Selamat tidur, kasihku, sampai jumpa.” Ia spontan mencium bibirku.
Kuakui, aku tak kuasa menahan godaan, lalu membalas ciumannya.
Sementara, kuurungkan niatku turun dari mobil. Kami hampir selama 15
menit berada dalam mobil, hanya untuk berpelukan dan berciuman. Ketika
melangkah ke dalam rumah, ada rasa bersalah karena mencium Ferdy. Tetapi
aku mencoba menghibur diri dengan meyakinkan diri sendiri, bahwa yang
terjadi hanyalah karena ingin bersikap ramah kepadanya. Namun, kuakui,
rasa tak kuat aku melawan ketertarikanku padanya.
Keesokan hari …
Pekerjaanku sudah mulai berkurang. Sesekali aku melirik Ferdy di meja
kerjanya. Dia terlihat semakin tampan saat serius dengan pekerjaannya,
walau terkadang aku bingung dia bisa dengan cepat menyelesaikan
pekerjaannya walaupun pekerjaan itu menumpuk sangat banyak. Aku
tersentak saat Ferdy menatapku dan memberikan senyumannya. Jadi malu
kalau aku ketahuan terus memperhatikannya sampai lupa dunia. Langsung
saja aku alihkan pandanganku ke layar komputer sambil menahan senyumku.
Dari sudut mata, aku melihat Ferdy menghampiri meja kerjaku. Aku tahu
itu, hanya saja aku berpura-pura tidak tahu dengan terus menatap layar
komputer. Dengan tiba-tiba ia menyodorkan minuman mineral dingin padaku.
“Sudah waktunya pulang … Ayo, aku antar …” Katanya sangat lembut.
“Oh … Iya … Sebentar, aku matikan dulu komputerku …” Jawabku agak kikuk.
Segera aku matikan komputerku lalu beres-beres meja kerja. Sebelum
keluar ruang kerja, aku telepon supirku agar pulang duluan kemudian
menelepon suamiku kalau aku akan pulang agak larut malam. Setelah
semuanya fix, kami pun keluar ruangan kerja menuju basement tempat di
mana kendaraan Ferdy terparkir. Tidak memakan waktu lama, akhirnya kami
berdua sudah berada di jalanan yang sedikit macet karena memang saat ini
adalah jam pulang kerja.
“Kita akan makan di mana?” Tanyaku.
“Terserah, Mbak …” Jawabnya kalem.
“Gimana kalau kita ke pantai …” Kataku pelan.
“Pantai???” Tanyanya dengan nada bingung.
“Aku ingin sekali ke pantai … Sudah lama sekali aku ingin ke sana …” Imbuhku sedikit memelas.
“Baiklah …” Ferdy pun menyanggupinya.
Di wilayah utara kotaku terdapat tempat wisata pantai yang sangat indah.
Kotaku memang memiliki beberapa wisata pantai yang sangat indah
mempesona, di antaranya yang cukup memukau adalah pantai yang akan aku
kunjungi saat ini. Jujur saja perjalanan ini di luar ekspektasiku,
tetapi bersyukur sekali di perjalanan kami hanya menemukan sedikit
kemacetan. Sekitar pukul 18.00 sore akhirnya kami tiba di tempat tujuan.
Awalnya, kami hanya sebatas ingin menikmati keindahan pantai. Indahnya
hamparan pasir putih dan lebatnya nyiur di tepi pantai sayang sekali
dilewatkan begitu saja. Panorama alam yang masih asri ini dilengkapi
dengan deburan ombak besar yang menerjang pasir-pasir di bibir pantai.
Namun lama kelamaan kami sudah saling melingkarkan tangan di pinggang
masing-masing sambil terus berjalan menyusuri pantai. Entah bagaimana
hal ini bisa terjadi. Tapi aku tidak peduli dan aku pedulikan adalah
menikmati kebersamaan dengan laki-laki tampan ini.
“Mbak … Kotak apa yang sangat menyakitkan?” Tiba-tiba Ferdy bertanya, sepertinya ia mengajakku main tebak-tebakan.
“Emang ada kotak yang menyakitkan?” Aku balik bertanya sedikit mengacuhkannya.
“Ada …” Katanya kalem.
“Apa?” Tanyaku lagi.
“Ko Tak sadar bahwa selama ini aku suka sama Mbak …” Ucapnya pelan.
Tentu saja hatiku terkejut sekaligus bahagia. Aku malu bercampur suka,
apakah ini sebuah pernyataan cinta kepadaku.
“Mbak … Apa bedanya Mbak dengan lukisan?” Sepertinya Ferdy akan menggodaku lagi, tapi aku suka itu.
“Aku tidak tau … Emang apa bedanya …” Jawabku.
“Lukisan tambah lama tambah antik, kalau Mbak tambah lama tambah cantik …” Ucap Ferdy dengan gaya khasnya.
Sungguh aku sangat terbuai dengan sikap Fredy terhadapku. Wajahku
memerah. Gombalannya membuatku malu setengah mati. Sudah lama tidak ada
laki-laki yang menggombaliku seperti itu. Laki-laki tampan ini membuat
hatiku berbunga-bunga. Perlahan kusingkirkan tangan kekar itu, menjauh
darinya. Malu mengakui sebenarnya aku nyaman berada dalam dekapannya.
advertisement
“Sebaiknya kita cari makan …” Ajakku sambil menatapnya dalam.
“Baiklah …” Jawab Ferdy sambil tersenyum manis.
Untuk acara makan, kami pun menyewa cottage (kalau tidak bisa
dibilang saung atau pondok sederhana ala pedesaan) yang juga tersedia di
area wisata ini. Akhirnya kami makan malam di dalam cottage.
Sensasi makan malam sangat romantis berhias lilin-lilin redup, dan suara
deburan ombak. Dan rasanya, setan-setan birahi ikut dalam acara makan
malam kami. Buktinya, saat Ferdy memeluk dan menciumku, tak ada
penolakan sedikit pun dariku.
“Tap…. hmmmmph….” Ferdy membungkamku dengan bibirnya. Ia menciumku
tanpa aba-aba. Mendesakkan lidahnya agar aku membuka mulutku, menuntutku
membalas ciumannya. Kubuka bibirku, mengikuti apa yang dimauinya.
Lidahnya menyentuh semua yang ada dalam mulutku. Tubuhku gemetar. Ferdy
makin erat mendekapku. Bibirnya melumatku hingga aku tersengal.
Ciumannya sangat melenakanku. Aku hanya menurut ketika ia mengalungkan
lenganku ke lehernya. Ferdy sesekali menghisap kuat bibirku, menciptakan
suatu rasa yang sangat nikmat untukku.
Selama berciuman, tangan Ferdy mulai tak tinggal diam. Tangannya mulai menjalar ke bawah perutku untuk menemukan ujung dress yang kukenakan. Ia memasukan tangannya ke dalam dress
dan mengusap perutku di sana. Hal ini membuatku kegelian dan bergerak
gelisah di sela-sela aktivitas bibir kami yang masih bersatu.
Ferdy mulai menaikan ujung dress-ku, awalnya hingga sebatas dada
hingga dadaku yang masih terbungkus bra terlihat. Kemudian ia melepaskan
ciuman kami disusul dengan melepaskan dress yang kupakai. Kini
aku hanya berbalut bra dan celana panjang katun hitam di bawah
kukungannya. Aku hanya bisa mencoba menutup sedikit celah diantara
dadaku yang terlihat jelas olehnya. Aku malu, tentu saja, ini adalah
yang pertama kali bagiku mempertontonkan tubuh di depan laki-laki bukan
suamiku. Ferdy hanya terdiam menatap wajahku yang bersemu, pandangannya
pun tak luput untuk memandang tubuh bagian atasku yang hanya terbalut
bra berwarna hitam.
“Ferdy… Aku…” Desahku malu.
“Ssshhhttttt…” Ferdy menutup mulutku dengan telunjuknya dan bibirnya
pun mulai kembali menguasai bibirku. Tangannya menuntun tanganku untuk
melingkar di lehernya. Aku mengusap belakang rambutnya ketika ia mulai
menggigit bibirku. Kini bibirnya beralih untuk menciumi rahangku
kemudian disusul untuk menciumi bagian leherku.
“Shhhhhh… Hhhhaahh…” Desahku lagi.
Tangan Ferdy kini beralih ke belakang punggungku, memintaku untuk
menaikan sedikit tubuhku. Ia pun berhasil menemukan sesuatu yang ia
cari, pengait braku terlepas seketika dan dengan perlahan ia mulai
melepaskan benda hitam yang membungkus payudaraku sekaligus
melemparkannya entah kemana. Aku memejamkan mataku malu, aku tak mau
melihat bagaimana ekspresinya menatap bagian atas tubuhku yang kali ini
tak tertutupi apapun.
“Ferdy … Aku malu …” Bisikku.
“Tatap mataku …” Perlahan aku mulai membuka mataku dan melihatnya yang
menatapku dengan serius. “Ini mungkin terdengar gombal, namun aku jujur
tubuhmu ini sangat indah dan Mbak tak perlu malu. Biarkan aku
melihatnya …” Lanjutnya. Dengan perkataannya ini malah membuatku
semakin malu. Perlahan aku melepaskan tanganku dari lehernya dan mencoba
menutupi payudaraku dari pandangannya.
Ferdy mulai kembali mencium leherku dengan beberapa tanda yang ia
ciptakan, aku mengusap rambutnya, meminta agar ia tak membuat banyak
tanda di sana. Namun Ferdy tetaplah Ferdy, ia terlalu keras mengecupku
di sana hingga aku yakin tanda di leherku kian jelas tercipta. Ciumannya
kini semakin turun dan turun hingga ia berada di tengah-tengah belahan
dadaku. Satu tanganku yang kugunakan untuk menutupi tubuh bagian atasku
tersingkirkan oleh tangan Ferdy. Tanganku dipaksa berada di atas dan
dengan leluasa Ferdy mulai mengecupi sekeliling payudaraku.
“Ngghh… aaahhhh… Ferrr….” Desahku tak tertahankan. Ferdy terus
mengecupinya hingga ia tiba di puncak payudaraku. Aku tak kuasa menahan
gejolak ini, aku rasa aku sudah gila.
“Aaaaahhhhh ….” Berkali-kali aku mendesah nikmat. Bibirnya terus
bermain di sana dan dengan sengaja ia menggulumnya. Mataku terpejam,
tanganku menjambak rambutnya, dan aku tak kuasa menahan rasa nikmat ini.
Ya ampun… Ferdy semakin bermain liar di payudaraku, tangannya bahkan
tak tinggal diam, mulai meremas lembut bergantian dengan hisapan
bibirnya yang membuatku semakin gila. Aku rasa bagian bawahku mulai
terasa basah.
“Oooohhhhh ….” Sangat nikmat kurasa.
Ferdy mengangkat wajahnya dan kembali mencium bibirku dengan perlahan
namun sarat akan hasrat. Ia terus melumat hingga suara decakan terdengar
sangat jelas bahkan mengalahkan suara deburan ombak di luar sana.
Tangannya lagi-lagi tak bisa diam dan terus meremas dadaku yang mulai
terasa mengeras. Aku tahu ini salah, tapi jujur saja aku sangat
menikmatinya. Pergerakan Ferdy membuatku bahkan lupa untuk menghentikan
ini. Malam ini terlalu bergairah, aku dibuat lemas bahkan hanya dengan foreplay yang ia lakukan.
Ferdy kembali turun menyusuri tubuhku, ia kembali mengecup melumat dan
menggigit bagian atas tubuhku. Aku menggeliat tak karuan. Tanganku masih
berpegangan di bahunya, satu tanganku digunakan untuk meremas kembali
rambutnya ketika ia memperdalam ciumannya di sana. Ferdy semakin turun
hingga aku merasakan ia mengecup bagian tubuhku. Semakin turun,
ciumannya tiba di bawah pusarku. Di tengah gelombang birahi, aku
merasakan celana panjangku melorot ke bawah. Aku bantu usaha Ferdy
dengan mengangkat pantatku. Akhirnya celana panjangku terlepas juga,
tidak itu saja, bahkan celana dalamku pun turut terlepas dari tubuhku.
Kemudian Ferdy membuka seluruh pakaiannya, tak ada sehelai benang pun
yang menempel di tubuhnya, dan seketika itu mataku melebar begitu
menemukan pemandangan yang merusak kesucian mataku. Tubuh atletis Ferdy
terlihat menggoda hingga aku merasa sulit mengalihkan pandanganku. Otot
perut yang terlihat keras dan dada bidang yang menggoda yang membuat
kadar ketampanan laki-laki ini semakin meningkat. Saat aku melihat
‘adik’ Ferdy yang sudah tegak perkasa, saat itu juga aku langsung blushing.
“Punya Ferdy besar amat, duuhhh …” Aku membatin dalam hati.
“Maaf Mbak … Selama ini aku sangat menginginkan Mbak …” Kata Ferdy sambil membelai rambutku.
“Lakukan sayang … Lakukan … Aku juga menginginkannya …” Kataku dalam hati sambil memegang wajah Ferdy, memegang setiap lekuk ketampanannya.
Aku dibaringkan oleh Ferdy. Ia mencium bibirku, Ferdy memasukkan
lidahnya ke dalam mulutku. Tangan Ferdy pun tidak menganggur, tangan
kanannya meremas payudaraku, sementara tangan kirinya mengelus vaginaku
yang sudah basah. Penis Ferdy yang telah bebas pun terus menggesek
perutku.
advertisement
“Sssshhhh… aaahhhh…” Desahku.
Tubuhku semakin liar bergerak saat jari Ferdy mulai menyentuh belahan
hangat di selangkanganku. Jari-jarinya terasa licin bergerak menyusuri
belahan hangat di selangkanganku. Rupanya aku sudah begitu basah. Dan
Ferdy tahu kalau aku sudah dalam genggamannya. Aku memang sudah menyerah
dalam nikmat sedari tadi. Tubuhku berkelejat liar saat jemari Ferdy
mempermainkan tonjolan kecil di bagian atas bukit kemaluanku. Jarinya
tak henti-hentinya menggocek dan berputar liar mempermainkan kelentitku.
“Aaaakkkkhhhh… Ferrr….” Desisanku terhenti karena bibirku keburu dikulum oleh bibirnya.
Aku sudah merasakan terbang mengawang. Desakan yang menuntut pemenuhan
semakin membuncah dan akhirnya dengan diiringi hentakan liar tubuhku aku
merasakan ada sesuatu yang menggelegak dan aku mengalami orgasme. Aku
merasakan kenikmatan yang amat sangat atas perlakuan Ferdy itu. Tubuhku
terasa ringan dan tak bertenaga sesudah itu.
“Gimana sayang?” Bisik Ferdy di telingaku. “Enak sayang?” Lanjutnya.
Aku hanya terdiam dan ada sebersit rasa malu. Tetapi rangsangan dan
stimulus yang diberikan Ferdy terlalu hebat untuk kutahan. Dan untuk
beberapa saat aku hanya pasrah dan membiarkan tangannya meremas dan
mempermainkan payudaraku sesukanya, karena aku memang menikmatinya juga.
Tiba-tiba ada sepercik perasaan liar menyerangku. Aku ingin lebih dari
itu. Aku ingin merasakan kenikmatan yang lebih. Godaan itu begitu
menggebu. Lalu tanpa sadar tanganku memegang tangan Ferdy seolah-olah
membantunya untuk memuaskan dahagaku.
Tiba-tiba Ferdy menarik tanganku sehingga aku terduduk dipangkuannya berhadapan yang saat itu ia sudah berselonjor di lantai cottage.
Tanpa berkata apa-apa dia langsung mencium bibirku. Dadaku semakin
berdegup kencang ketika kurasakan bibir halus Ferdy melumat mulutku.
Lidah Ferdy menelusup ke celah bibirku dan menggelitik hampir semua
rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak itu darahku seperti berdesir,
sementara bulu tengkukku merinding. Aku pun terkejut ternyata batang
kemaluan Ferdy yang sudah sangat kencang terjepit antara perutku dan
perutnya. Aku merasakan betapa besar dan panjang benda keras yang
terjepit diantara kedua tubuh telanjang kami.
Ferdy memang melepas ciumannya di bibirku, tetapi kedua tangannya yang
kekar dan kuat masih tetap memeluk pinggang rampaingku dengan erat. Aku
masih terduduk di pangkuannya. Tetapi ia malah mulai menjilati leherku.
Ia menjilati dan menciumi seluruh leherku lalu merambat turun ke dadaku.
Aku memang pasif dan diam, namun nafsu birahi sudah semakin kuat
menguasaiku. Harus kuakui, Ferdy sangat pandai mengobarkan birahiku.
Jilatan demi jilatan lidahnya ke leher dan dadaku benar-benar telah
membuatku terbakar dalam kenikmatan.
Apalagi saat bibir Ferdy dengan penuh nafsu melumat kedua puting
payudaraku yang sudah sangat keras bergantian. Aku kembali melayang di
awan saat dengan gemas Ferdy menghisap kedua puting payudaraku
bergantian. Rangsangan yang kuterima begitu dahsyat untuk kutahan.
Apalagi benda keras di selangkangan Ferdy yang terjepit kedua tubuh
telanjang kami mulai tersentuh bibir kemaluanku yang sudah sangat basah.
Gejolak liar yang berkobar dalam diriku semakin menggila. Hingga tanpa
sadar aku menggoyang pinggulku di atas pangkuannya untuk memperoleh
sensasi gesekan antara bibir kemaluanku dengan batang kemaluannya.
Ferdy sendiri tampaknya juga sudah sangat terangsang. Aku dapat
merasakan napasnya mulai terengah-engah dan batang kemaluannya
mengedut-ngedut. Sementara aku semakin tak kuat untuk menahan erangan.
Maka aku pun mendesis-desis untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar
kesadaranku. Setelah itu tiba-tiba tangan Ferdy yang kekar mengangkat
tubuhku dari pangkuannya dan merebahkan di atas lantai cottage.
Lalu tubuhnya langsung menaiki tubuhku yang sudah berbaring terlentang.
Insting kewanitaanku membimbing aku untuk membuka lebar pahaku. Aku yang
sudah kehilangan akal sehat membimbing penis Ferdy dan mengarahkannya
ke lubang vaginaku. Dan benda nikmat itu pelan-pelan dimasukkan ke liang
vaginaku.
“Bleeessss…” Bunyi batang penisnya memasuki liang nikmatku.
“Aduh… nikmatnya…” Teriakku dalam hati saat benda besar dan panjang yang berdiri tegak itu menerobos masuk ke dalam bagian dalam intimku.
“Kita nikmati ini bersama, sayang…” Ucapnya dan mengecup bibirku
sekilas, lantas terus mencoba untuk memasuki benda itu lebih dalam lagi
dan ‘ahhh’ benda itu berhasil sampai menyentuh rahimku. Ferdy sempat
berhenti sejenak dan membiarkan benda itu terdiam begitu lama di bagian
dalam intimku.
Tak lama berselang bibirnya yang kembali melumatku seraya melanjutkan
aksi yang berada di bawah, dia memberikan ritme pelan. Hal ini
merangsang dinding bagian dalam vaginaku yang langsung mulai
meremas-remas benda hangat tadi. Aku rasakan vaginaku seperti
berdenyut-denyut. Oh… alangkah nikmatnya. Meremas secara ritmis,
mula-mula lemah, lama-lama menguat seiring dengan dengusan nafasku yang
makin cepat dan tidak teratur.
Kenikmatan ini terus berlanjut manakala sambil menciumi pipi dan
belakang telingaku, batang penis Ferdy dimasuk-tarikkan ke liang
vaginaku yang merekah. Listrik birahi makin meningkat voltasenya. Aku
remas batang penis Ferdy dengan otot-otot di dinding vaginaku dengan
sangat kuat, tetapi batang kemaluan Ferdy tetap tegak, padat dan hangat.
Tidak kendor, loyo atau kempes. Batang penis Ferdy terus memompa
vaginaku. Masuk-keluar dan terus masuk-keluar. Semakin cepat dan semakin
cepat. Vaginaku terasa seperti disetrum listrik.
“Terus… terus… fuck me… fuck me… in-out… in-out… terus…” Pintaku dalam hati karena membawa perasaan yang luar biasa.
Aku tidak bisa membayangkan wajahku saat ini. Aku juga tidak dapat
membayangkan rambutku yang sudah diacak-acak jari Ferdy saat
menggumuliku. Tetapi saat batang kejantanan itu dipompakan ke vagianku,
aku tidak dapat menceritakan rasanya. Bila saja saat ini aku terbaring
di tempat tidur, saya pasti akan bergolek menggeliat-geliat seperti
cacing menari di saat kepanasan.
Tanpa lelah sedikit pun, Ferdy terus merojok-rojok vaginaku dengan
penisnya, terasa sekali dia memporak-porandakan ketenangan G spotku.
Penis itu bergerak ke atas ke bawah, kiri dan kanan seolah menari
diantara dinding relung nikmatku, kenikmatan indah yang timbul membuatku
mengeliat-geliat. Ya, aku menggelinjang, berdesis dan mendesah, bahkan
aku keluarkan pekikan agak keras karena aku mencapai orgasme yang indah
sekali, karena perlakuan Ferdy yang pandai membelai dan menyapu
kelentitku juga cara menyentuh relung kenikmatanku dengan penisnya.
Untuk beberapa saat Ferdy menghentikan genjotannya padaku. Karena rabaan
dan belaian Ferdy di payudaraku dan juga gesekan kecil di kemaluanku,
aku tergairah lagi ingin mengulanginya lagi. Ferdy bangkit, dengan tanpa
mencopot kemaluannya Ferdy mengangkat kedua kakiku ke pundaknya dan dia
jongkok bertumpu di kedua lututnya dihadapan vaginaku, dan dia langsung
menggenjotku. Dengan perlakuan begini, gesekkan batang penis Ferdy
menerpa berulang-ulang pada G-spotku, relung kenikmatanku pun bahagia,
nikmat melanda di dalam sana, tubuhku mengelinjang dan kepalaku
menggelepar, seluruh badanku gemetar, mulutku mendesah dan melenguh.
Gelora kami semakin memuncak dalam desiran keringat yang membuat syaraf
terus bergerak dan terus menekan adrenalin untuk mencapai puncak.
advertisement
Setelah hampir lima belas menit berlalu, tiba-tiba, “Croot… croot…
croot… crot…!” batang kejantanan milik Ferdy berhenti bergerak,
masuk sangat dalam ke liang wanitaku. Rupanya dia mengalami klimaks. Air
mani Ferdy meyemprot ke dalam liang vaginaku banyak sekali. Rasanya aku
seperti kram. Pantat Ferdy secara refleks aku tarik dan ditempelkan
kuat-kuat ke permukaan vaginaku. Aku lihat Ferdy sangat menikmati sekali
puncak kepuasan itu, demikian juga aku.
Nafas kami mulai mengendor. Rasanya seperti baru saja megikuti lomba
lari cepat. Kami berdua mandi keringat. Keringat birahi. Keringat
kenikmatan di atas sebuah cottage. Aku pegang erat tangannya hingga aku merasa telah mencapai tujuan yang dinamakan nikmatnya hasrat berdua.
Sedikit demi sedikit redalah gairahku dan dia pun melepaskan kemaluannya
yang masih tetap kencang, kemudian direbahkan tubuhnya di sampingku
sambil menggeser posisiku, dengan memiringkan badanku. Kali ini Ferdy
mendekapku dari belakang sambil menciumi punggungku, membisikkan
kata-kata mesra dan terima kasih, bagaikan Ferdy berhutang berjuta-juta
pada diriku. Dari perlakuan ini aku merasa sangat dihargai dan
diperlakukan sebagai orang yang betul-betul ia dambakan.
###
Hubunganku dengan Ferdy semakin erat. Sejatinya, aku senang ke kantor
karena ada dirinya. Aku tidak yakin rekan-rekan kerja maupun atasan
menyadari adanya ‘udang di balik batu’ dalam kedekatanku dengan Ferdy.
Kami memang sangat berhati-hati agar tidak menjadi bahan gunjingan
walaupun ada saja yang curiga. Di depan mereka, kami berusaha bersikap
wajar dan terlihat sangat profesional.
Ferdy memperlakukanku benar-benar seperti isteri. Ia selalu menyediakan
diri untuk aku. Saat aku kesal karena pekerjaan, ia menenangkanku, dan
ia melakukan berbagai hal yang dapat menyenangkan diriku seperti
mengajak makan siang atau makan malam yang tidak jarang dilanjutkan
dengan bercinta.
Sejujurnya, aku tidak tahu seberapa jauh hubungan ini akan berlangsung.
Dalam hati kecilku, aku tidak ingin perkawinanku retak, tetapi juga
tidak ingin kebersamaanku dengan Ferdy berakhir. Bahkan, aku tidak tahu
apa yang akan terjadi jika salah satu diantara kami mengundurkan diri.
Aku benar-benar merasa bersalah. Takut suamiku dan isteri Ferdy
mengetahui kenyataan yang sedang terjadi pada diri kami berdua. Dalam
hati kecilku, aku tidak ingin menciderai perasaan siapa-siapa.