Berenang adalah salah satu olahraga rekreasi favoritku selama aku kuliah
di Bandung. Tapi pada masa itu sebagai mahasiswa yang masih
mengandalkan kiriman orang tua, aku harus berhemat dan tidak bisa
sering-sering berenang. Paling-paling aku hanya berenang 2 atau 3 kali
dalam sebulan. Kadang aku berenang bersama teman-teman kampus, tapi
lebih sering berenang sendiri karena tidak banyak teman-temanku yang mau
meluangkan waktu untuk berenang secara rutin. Aku sering berenang di
daerah Setiabudi, di sana ada kolam air hangatnya sehingga aku bisa
berenang sampai malam tanpa takut kedinginan oleh udara malam kota
Bandung.
Hari Jumat itu aku seperti biasa berenang sendiri. Setelah melakukan
gaya bebas bolak-balik beberapa kali aku beristirahat sambil tetap
berendam di tepi kolam. Hari itu agak sepi, paling hanya 15 orang saja
yang ada di kolam renang. Langit sudah mulai gelap dan lampu-lampu di
sekitar kolam renang sudah mulai dinyalakan. Tapi aku masih ingin
berlama-lama menikmati kolam renang, maklum besok hari Sabtu tidak ada
kegiatan kuliah.
Tidak berapa lama kulihat seorang wanita berrambut ikal yang berumur
sekitar 40-an masuk ke area kolam renang. Meskipun sudah tidak muda lagi
badannya terlihat sangat terawat dan sexy. Payudaranya tampak agak
menggantung tapi masih cukup kencang dan menurutku tidak kalah dengan
wanita-wanita yang lebih muda.
Kulitnya putih dan wajahnya juga masih tampak cantik…ah.. rasanya aku
kenal wanita itu… Kalau tidak salah dia Tante Anis, teman klub aerobik
Tante Nita bekas ibu kosku di Dago yang pernah kuceritakan kisahnya
beberapa waktu yang lalu. Pantas saja tubuhnya sexy….
Setelah meletakkan barang-barang bawaannya wanita itu mulai menceburkan
diri ke kolam renang, tepat di seberangku. Lalu perlahan ia mulai
berenang mengelilingi kolam renang. Saat ia berenang di depanku,
kuberanikan memanggil namanya, “Tante Anis…” Wanita itu berhenti dan
berbalik menatapku.
“Hey… Doni ya… sama siapa berenang?” tanya Tante Anis sambil mencubit lenganku.
“Biasa tante… sendirian aja, tante sama siapa?”
“Oh, sama Dewi teman kantor tante… tapi kayaknya dia masih di kamar
ganti tuh…soalnya tadi tasnya ketinggalan di mobil… nah itu dia baru
datang, tante kenalin yaaa…”
Tampak seorang wanita, terlihat masih muda dan lumayan manis mungkin
umurnya sekitar 25-an, berjalan ke arah kolam renang. Rambutnya lurus
melewati bahu, tubuhnya terkesan atletis dengan buah dada montok berisi
seperti Pamela Anderson di film serial TV “Bay Watch”. Tante Anis lalu
naik ke pinggir kolam dan bergegas menghampiri wanita tersebut. Tak lama
kemudian kedua wanita itu kembali masuk ke kolam renang.
“Wi.. ini kenalin… Doni, Don… ini kenalin..Dewi, teman kantor
tante,” Sambil mengulurkan tangannya Dewi tersenyum dan menyebutkan
namanya, senyumnya manis sekali. Akupun menyebutkan namaku sambil
menikmati kehalusan tangannya.
Setelah berbasa-basi sebentar Dewi berpamitan untuk berenang beberapa
keliling, lalu aku dan Tante Anis mengikutinya. Sebenarnya aku sudah
cukup lelah setelah berenang sebelumnya, tapi kebersamaan dengan Tante
Anis dan Dewi kayaknya sayang kalau dilewatkan begitu saja hanya karena
rasa capai yang tidak seberapa. Setelah berenang beberapa keliling
kamipun akhirnya berhenti
“Doni.. kok udah lama tante nggak pernah lihat kamu jemput Tante Nita lagi?”
“Lho… saya khan sudah nggak kos di tempat Tante Nita…”
“Tapi tante dengar kamu masih suka ketemu dengan Tante Nita, iya
khan..?” Tante Anis mulai menggodaku dengan senyumnya yang nakal.
Aku tidak menjawab, hanya tertawa ringan.
“Tante Nita suka cerita tentang kamu lho…hmm.. bikin kita-kita
penasaran deh,” Tante Anis menggoda lagi, kini tangannya mencubit
perutku.
“Aduh… sakit tante…,” kataku pura-pura kesakitan. Dewi yang tidak tahu arah pembicaraan kami tampak agak bingung.
Tante Anis merapatkan badannya ke sampingku dan melingkarkan tangannya di pinggangku.
“Dewi, kamu kenal dengan Nita teman aerobikku khan..? Doni ini dulu kos
di tempat Nita dan semenjak itu si Nita bisa jadi betah banget di rumah
kalau Doni lagi nggak kuliah, nggak tau ngapain aja dia dengan si Doni
ini,” Tante Anis tertawa genit sambil melirikku. Dewi hanya
tersenyum-senyum saja memandangku.
“Ah… ati-ati Teh Anis… mahasiswa sekarang memang nakal-nakal….!!”
Udara malam makin dingin, tapi suasana kami justru mulai menghangat. Aku
merasa kegenitan Tante Anis sedang menantikan tanggapanku. Aku mulai
memberanikan diri memegang dan meremas-remas pantat Tante Anis dengan
lembut. Jantungku berdegup-degup menanti reaksi Tante Anis… syukurlah
dia diam saja dan membiarkan tanganku terus beraksi. Hanya aku dan Tante
Anis yang tahu persis apa yang kami lakukan. Suasana kolam renang tidak
begitu terang dan kami berendam sebatas leher sehingga apapun yang
diperbuat tangan-tangan kami di bawah air tidak akan terlihat siapapun.
Meskipun demikian Dewi kelihatannya mengerti apa yang terjadi, tapi dia
pura-pura tidak tahu dan dengan sengaja berenang menjauhi kami.
Melihat kegenitannya mendapat tanggapanku dan tidak ada lagi orang lain
di dekat kami, Tante Anis semakin berani. Tangannya mulai dengan sengaja
menyentuh penisku yang mulai menegang. Melihat aku tidak menolak
perlakuannya Tante Anis mulai berani meremas-remas penisku sehingga
membuatnya mengeras. Tante Anis tersenyum nakal.
“Oh, ini rupanya yang bikin Tante Nita lupa sama suaminya.” Aku tidak
mau ketinggalan, kuraba dan kuremas-remas kedua buah dada Tante Anis
sehingga membuatnya memekik perlahan. Kami saling meraba dan
berpandang-pandangan penuh nafsu. Perlahan-lahan kuarahkan tangan
kananku ke selangkangan Tante Anis dan kurasakan gundukan yang lembut
dan hangat di antara kedua pahanya. Mulut Tante Anis sedikit terbuka,
nafasnya mulai terasa berat dan matanya mulai sayu, tampaknya dia mulai
terangsang.
“Ssstop Doni… jangan disini… kita ke hotel aja… mau?” kata Tante
Anis setengah berbisik dengan nafas mulai berat menahan birahi. Aku
mengangguk setuju.
“Tapi Dewi gimana tante…. masak ditinggal?”
“Tenang aja, itu urusan tante… kamu naik dulu… tante mau bicara sama Dewi.”
Aku bergegas naik dan mengambil handuk serta sabun untuk mandi. Saat aku
kembali ke kolam renang tampak Dewi dan Tante Anis sudah duduk di kursi
sambil mengenakan handuk.
“Doni, keberatan nggak kalau Dewi ikutan acara kita?” tanya Tante Anis sambil mengedipkan sebelah mata kepadaku.
“Terserah Dewi aja, Doni sih nggak keberatan tante…” kataku.
“Iiih… emangnya acara apaan sih…?” tanya Dewi, entah dia cuma
pura-pura atau memang tidak tahu aku tidak peduli, yang jelas malam ini
aku akan menikmati tubuh Tante Anis yang sexy. Belum terbayang bagiku
bagaimana kalau nanti Dewi ikut bergabung, aku belum pernah ML dengan
lebih dari satu wanita sekaligus.
Kutitipkan motorku di kantor Satpam, kebetulan karena sudah sering
berenang di situ aku jadi kenal dengan mereka. Kami bertiga lalu
meluncur pergi ke arah Lembang dengan mobil Tante Anis. Tidak berapa
lama kemudian kami sampai di Lembang dan Tante Anis lalu mengajak kami
untuk makan malam di sebuah rumah makan.
Setelah selesai makan Tante Anis membeli beberapa kaleng bir, softdrink
dan makanan kecil, “Untuk bekal sampai pagi cukup nggak…” tanya Tante
Anis sambil tersenyum nakal. Aku mengangguk setuju sementara Dewi masih
pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
Akhirnya kami meluncur ke sebuah hotel kecil yang cukup bagus di sekitar
Lembang, lokasinya enak dan aman untuk berselingkuh karena mobil bisa
langsung parkir di garasi yang tersedia di sebelah kamar. Mungkin hotel
itu sejak semula sudah dirancang untuk tempat perselingkuhan,
entahlah…..
“Eh.. seperti yang aku bilang tadi…. kalau kalian mau ML aku nggak ikutan yaa… aku cuma nunggu kalian di mobil aja.”
“Aduh Dewi… kami nggak tega ninggalin kamu di mobil. Kita bakalan di
sini sampai pagi lho, ikutan aja deh ke kamar. Kalau nggak mau ikutan
kami ML juga nggak apa-apa, that’s your choice honey… kamu bisa nunggu
di ruang tamu sambil minum bir. Atau kalau perlu bisa kami pesankan
“extra-bed”. Gimana..?” tanya Tante Anis. Dewi akhirnya mengangguk
setuju.
“OK aku di ruang tamunya aja… tapi kalian jangan ribut ya…. nanti aku nggak bisa tidur.”
Aku pikir Dewi ini cuma pura-pura saja tidak mau ikut ML, kalau dia
benar-benar tidak mau ikutan kenapa dia tadi tidak minta diantar pulang
saja. Itu jauh lebih baik dari pada tidur di mobil ataupun di kamar
sementara kami asyik bercinta sampai pagi. Aku rasa Dewi ini sebenarnya
mau tapi malu karena baru kenal denganku beberapa jam yang lalu, jadi
kupikir bagus juga kalau aku sengaja memancing-mancing dan mengambil
inisiatif supaya dia mau ikut. Setidaknya dengan cara itu dia tidak
harus merasa malu kalau “terpaksa” ikut bergabung. Hmm… kalau Dewi mau
ikutan, ini bakal menjadi pengalaman pertamaku ML dengan dua wanita
sekaligus.
Kamar hotel yang dipesan Tante Anis cukup besar, sebenarnya hanya satu
ruangan tapi antara tempat tidur dan ruang tamu dipisahkan oleh tirai
pembatas. Dengan kondisi seperti itu apapun yang terjadi di tempat tidur
pasti akan terdengar di ruang tamu. Dewi merebahkan dirinya di kursi
sofa.
“Selamat ML yaa… aku mau disini aja menikmati bir dan tidur nyenyak.”
Sampai di kamar Tante Anis mematikan lampu kamar dan hanya menyisakan
lampu tidur yang nyalanya remang-remang saja sementara aku langsung
merebahkan diri di tempat tidur. Tante Anis lalu mengikuti dan berbaring
di sebelahku. Tanpa menunggu komando aku langsung memeluk dan mencumbu
Tante Anis, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit
penuh nafsu. Tangan-tangan kamipun mulai saling meraba dan meremas
daerah sensitif masing-masing. Kuselipkan tanganku ke balik bajunya,
oh… rupanya Tante Anis sudah tidak mengenakan BH lagi sehingga
tanganku dengan mudah langsung meremas payudaranya. Sementara itu tangan
Tante Anis dengan ganas berusaha masuk ke celana dalamku untuk meremas
penisku yang sudah menegang sejak tadi. Setelah beberapa saat kami
bergumul dan saling meremas dengan panas, aku mulai melepaskan t-shirt
dan celana jeansku sementara Tante Anis juga mulai melepas pakaiannya
satu per satu.
Akhirnya kami berdua berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai busanapun.
“Tante Anis… tante sexy sekali…,” kataku memuji sambil meraba
payudara dan putingnya. Sengaja aku berbicara tanpa berbisik supaya Dewi
bisa ikut mendengar.
“Ah… kamu bisa aja,” tampak wajah Tante Anis memerah, mungkin merasa
bangga mendapat pujian dari anak muda. Tante Anis juga tampaknya
mengerti maksudku sehingga diapun tidak berusaha mengecilkan suaranya.
“Tante, Doni mau menikmati tubuh Tante Anis malam ini sepuas-puasnya… lampunya Doni nyalain aja yaa…”
“Iihh… tante malu ah… khan udah nggak muda lagi…”
“Tapi tante masih sexy banget lho… swear deh…. Doni betul-betul terangsang.”
“Terserah Doni kalau gitu… emangnya Doni mau liat apa sih kok pake nyalain lampu segala…”
“Doni mau menikmati tubuh Tante Anis yang sexy ini sampai puas, Doni mau
menikmati buah dada tante yang indah, Doni mau menikmati seluruh bagian
vagina tante yang tertutup bulu-bulu lebat itu, Doni mau liat klitoris
tante, Doni pengen liat semua bagian dalam vagina tante. Boleh khan…?”
kataku merayu sambil menyalakan lampu kamar.
“Tentu boleh aja sayang…., malam ini tante jadi milik kamu. Doni boleh
liat apapun yang Doni mau, boleh pegang apapun… pokoknya boleh
ngapain aja… sesuka kamu sayang….. Tapi sebaliknya Doni juga jadi
milik tante malam ini yaa…. Sekarang tante mau pegang dan isep
pisangnya Doni…gimana?” tanya Tante Anis sambil mendorongku ke tempat
tidur.
Mulailah Tante Anis menjilati dan mengulum penisku. Rupanya Tante Anis
cukup ahli dalam ber-oral, diremasnya buah pelirku sementara penisku
dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dihisap.
“Hmm dasar anak muda, penisnya keras banget kalau berdiri… tante udah
lama nggak ngerasain penis yang keras seperti ini. Tante nggak sabar
pengen ngerasain ini di dalam punya tante….” kata Tante Anis sambil
terus menjilati kepala penisku. Dimasukkannya kembali penisku ke dalam
mulutnya dan sesekali lidahnya menjilati lubang penisku, wow… rasanya
membuat tubuhku bergetar menahan nikmat.
“Oohh… tante… enak banget tante….mmhh… isep terus tante…,” aku
sengaja mengekspresikan setiap rasa nikmat yang kurasakan dengan
harapan supaya Dewi terpancing untuk ikut bergabung.
Aku memutar posisiku sedikit supaya tanganku bisa meraba dan meremas
payudara Tante Anis sementara dia tetap mengulum penisku. Dengan lembut
kuremas payudaranya dan kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat Tante Anis
makin bernafsu dan bersemangat mengulum penisku. “Mmhh….mmhh…..”
Tante Anis mulai mendesah-desah menahan nikmat.
Seranganku kulanjutkan lagi, kali ini tanganku mulai mengarah ke
vaginanya. Kurasakan bulu-bulu kemaluannya yang lebat agak basah oleh
lendir yang licin. Jari tanganku mulai menyibak bulu-bulu vagina Tante
Anis dan masuk ke dalam belahan bibir vaginanya. Akhirnya dengan
perlahan kumasukkan jari tengahku ke dalam lubangnya yang basah oleh
lendir. Kugosok-gosokkan jariku dengan lembut ke dalam dinding-dinding
vagina Tante Anis sementara ibu jariku mempermainkan klitorisnya
sehingga Tante Anis menggelinjang keenakan.
“Ah… Doni…. mhh…. masukin sekarang sayang… tante udah kepengen
ngerasain penis Doni di dalam vagina tante,” katanya sambil melepaskan
penisku dari mulutnya.
Tante Anis lalu merebahkan dirinya di tempat tidur sambil membuka kedua
pahanya untuk mempersilahkan penisku masuk. Tapi aku tidak ingin
langsung memainkan partai puncak, aku harus menyimpan tenaga karena
bukan tidak mungkin akan ada partai tambahan dengan Dewi.
“Sabar dulu ya tante… Doni pengen banget jilat vagina tante…Doni
nggak tahan liat vagina tante terbuka seperti itu… boleh….?”
“Terserah Doni sayaang…. tante udah kepengen banget sampai puncak….”
Pantat Tante Anis kuganjal dengan bantal sehingga aku tidak perlu
terlalu membungkuk untuk menikmati vaginanya.
Perlahan kubuka bibir vaginanya yang sedikit menggelambir dengan kedua
jempolku, terlihat bagian dalam vagina Tante Anis begitu merah dan
merangsang. Lubangnya masih terlihat lumayan sempit meskipun sudah punya
dua anak, sementara klitorisnya tampak menyembul bulat di bagian atas
bibir vaginanya.
Tidak tahan melihat pemandangan yang begitu membangkitkan birahi
akhirnya aku membenamkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Dengan penuh
nafsu kujilati seluruh bagian vagina Tante Anis, mulai dari klitoris,
bibir vagina, hingga lubang vaginanya tidak luput dari sapuan lidahku
yang ganas. Tante Anis meremas rambutku dan terus mendesah menahan
nikmat.
“Oohh… oohh… mmhh… Doni…. mmhh… adduhh….” Suara Tante Anis
makin membuatku bersemangat, aku terus menjilati seluruh bagian
vaginanya seperti seorang bocah sedang menikmati es krim coklat yang
begitu nikmat.
Jari-jariku mulai ikut ambil bagian untuk masuk ke dalam liang vagina
Tante Anis, sementara itu bibirku mengulum klitorisnya dan lidahku terus
menjilati serta mempermainkannya dengan penuh nafsu.
“Aaahh… Donii… tante nggak tahan Don…. adduuh…” desahannya makin
tak terkendali dan tangannya mulai meremas rambutku dengan keras
sementara itu otot-otot kedua kakinya mulai menegang.
advertisement
Tampaknya tidak berapa lama lagi Tante Anis akan mengalami orgasme.
Sementara itu samar-samar kulihat bayangan di ruang tamu mulai bergerak,
ah… rupanya Dewi mulai terpancing untuk melihat apa yang kami lakukan
di atas tempat tidur.
“Doni… Doni… mmhh… tante nggak tahan lagi… tante udah mau
keluar…. mmhh…. ahh…aahh…,” akhirnya seluruh tubuh Tante Anis
menegang selama beberapa saat dan kemudian terkulai lemas.
Kulitnya yang putih tampak berubah agak memerah, Tante Anis mengalami
orgasmenya yang pertama malam itu. Dia tergolek lemas dengan mata
terpejam dan mulut terbuka sementara itu vaginanya yang merah seperti
daging mentah tampak masih berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa
kenikmatan. Tante Anis perlahan-lahan mulai pulih kesadarannya setelah
beberapa saat terbuai oleh kenikmatan orgasme.
“Doni… enak sekali orgasmenya… mmhh… tante sampe lemes…. rasanya belum apa-apa tulang-tulang tante rontok semua….”
Aku hanya tersenyum. “Gimana tante… udah siap lagi….,” tanyaku menggoda.
“Bentar lagi ya Don… badan tante masih lemes…. dan lagi rasa enaknya masih belum hilang….”
Sementara itu kulihat Dewi sudah berdiri di samping tirai pembatas ruangan, ikut menikmati apa yang kami lakukan.
“Dewi, kalau mau gabung kesini aja… nggak apa-apa kok,” kataku memancing-mancing.
“Iih… enggak ah, aku cuma pengen ngeliat kalian ML aja kok, soalnya suaranya seru banget sih… sampe Dewi nggak bisa tidur.”
“Iya Dewi… sini aja lah…, ngapain kamu berdiri di situ… duduk aja
di dekat tempat tidur biar bisa liat lebih jelas kalau emang mau liat
kita ML,” Tante Anis ikut menimpali. Dewi kelihatan masih malu-malu, aku
lalu berdiri menghampirinya dan menariknya ke sisi tempat tidur.
“Tapi kalian nggak apa-apa kalau Dewi ikutan ngeliat di sini…?” tanyanya sambil duduk di kursi.
“Ah nggak apa-apa Wi, malah kami lebih senang lagi kalau kamu juga mau
ikutan ML dengan kami, iya khan Don…… Ikutan ajalah sekalian, aku
nggak akan bilang sama suamimu asal kamu juga nggak cerita ke suamiku,”
kata Tante Anis sambil melirikku dan aku mengangguk mengiyakan.
Wajah Dewi tampak merah, “Ah.. Dewi cuma mau liat kalian aja dulu….”
Betul dugaanku, sebenarnya Dewi mau ikut bergabung hanya saja ia masih
malu-malu. Yang dibutuhkannya cuma sebuah alasan yang pas.
Sementara itu Tante Anis tampaknya sudah pulih sepenuhnya, tangannya
mulai meraih penisku dan menuntunnya ke arah liang hangat di
selangkangannya.
“Ayo sayang… kita lanjutin lagi…. sekarang punya kamu harus
dimasukkin ke sini ya…tante dari tadi pengen ngerasain punya kamu…”
Aku hanya tersenyum, sementara itu aku mulai menjilati payudara Tante
Anis dan mempermainkan putingnya diantara kedua bibirku. Tubuh Tante
Anis mulai menggeliat-geliat kembali.
“Ah… Doni… tante jadi konak lagi… punya kamu masukin ya….
sekarang sayang… sekarang… tante udah kepengen banget ngerasain
penismu yang keras ini…” Tante Anis terus merengek-rengek meminta aku
memasukkan penis ke vaginanya sementara itu tangannya terus
meremas-remas penisku sehingga membuatnya makin mengeras.
Akhirnya perlahan-lahan kubuka paha Tante Anis sehingga bibir vaginanya
membelah dan menampakkan liangnya yang bisa mengundang nafsu birahi
setiap lelaki. Dengan perlahan-lahan kutuntun penisku menuju lubang
vagina Tante Anis yang sudah siap menanti sejak tadi, dan… blesss…
dengan sekali sentakan ringan penisku masuk ke dalam vaginanya.
“Aahh…” teriak Tante Anis sambil menaikkan pinggulnya untuk menyambut penisku.
Rupanya Tante Anis sudah sangat terangsang dan bernafsu sehingga
sekalipun dia berada di posisi bawah justru dia yang lebih aktif
menggerak-gerakkan pinggulnya. Aku tidak mau kalah ganas dengan tante
berumur 40-an ini, kugerakkan pinggulku turun naik dengan
sentakan-sentakan yang kuat sehingga penisku terasa masuk ke dalam
dengan mantap.
“Aduhh.. Doni… penismu sampai ke ujung… enak banget….mmhh… terus
sayang… tusuk yang kuat sayang… tante suka…. mmhh… mmhh….
mmhh… mmhh …mmhh ..” Tante Anis terus mendesah berulang-ulang
seirama dengan tusukan penisku.
Suara kecipak beradunya penisku dengan vagina Tante Anis dan suara derit
ranjang yang bergoyang menyertai desah persetubuhan kami yang ganas.
Aku rasa dengan cara seperti ini Tante Anis tidak akan bertahan lama.
Beberapa saat kemudian Tante Anis minta ganti posisi, dia ingin berada
di atas. Akhirnya aku berbaring pasrah sementara Tante Anis memposisikan
dirinya berjongkok di atasku. Tangannya meraih penisku dan
membimbingnya menuju liang vaginanya yang basah kuyup oleh lendirnya
sendiri. Begitu penisku masuk, Tante Anis lalu mulai menggerak-gerakkan
pinggulnya dengan ganas.
Gerakannnya makin lama makin cepat dan desahannya makin keras, “Mhh…
mmhh.. mmhh….” aku belum pernah merasakan goyangan pinggul seorang
wanita seganas Tante Anis.
Saking keras dan semangatnya goyangan Tante Anis, beberapa kali penisku
sempat terlepas dari cengkeraman vaginanya tapi Tante Anis dengan sigap
memasukkan kembali. Dan akhirnya tidak sampai tiga menit Tante Anis di
posisi atas iapun mulai mengalami orgasme yang kedua kali….
“Aduh… tante mau keluar lagi sayang… aduuh… mmhh… mmhh…
mmhh… aahh!” Tante Anis menjerit keras berbarengan dengan orgasmenya
yang kedua.
Kedua tangannya mencengkeram erat dadaku dan kepalanya mendongak ke atas
sementara itu vaginanya menelan habis penisku sampai aku bisa merasakan
ujungnya.
Baru kali ini kurasakan orgasme seorang wanita yang begitu ganas dan
intens. Seganas-ganasnya Tante Nita, rasanya masih kalah ganas
dibandingkan Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian Tante Anis terkulai
lemas di dadaku. Aku melirik ke arah Dewi, kulihat dia mulai terangsang
hebat melihat “live-show” di depan matanya…
Duduknya serba gelisah dan tangannya meremas-remas ujung bajunya. Aku
sendiri sebenarnya belum orgasme, tapi rasanya juga tidak lama lagi.
Permainan liar Tante Anis mau tidak mau membuatku makin dekat menuju
puncak orgasme juga. Kalau aku sekarang mengajak Dewi untuk ML pasti aku
tidak akan sanggup bertahan lama, jadi kuputuskan untuk menyelesaikan
ronde pertamaku dengan Tante Anis saja. Setelah Tante Anis mulai pulih
dari orgasmenya, aku balikkan tubuhnya sehingga dia kembali dalam posisi
terlentang. Tanpa basa-basi langsung aku menancapkan penisku ke dalam
vaginanya.
“Doni… tante masih lemes… sabar sayang…. sebentar lagi…. mmhh…
mmhh…” Tante Anis mencoba mendorongku. Tapi tenaganya tidak cukup
kuat, lagi pula hanya berselang beberapa detik kemudian tampaknya Tante
Anis sudah mulai terangsang lagi. Apalagi setelah telinga dan lehernya
kujilati dengan lidahku. Maklum kaum wanita dalam hal persetubuhan
sebenarnya jauh lebih hebat dari pria, mereka bisa mengalami orgasme
berkali-kali dalam waktu yang singkat kalau mendapatkan rangsangan yang
tepat. Aku terus menusukkan penisku berulang-ulang ke dalam vagina Tante
Anis.
“Doni… kamu nakal sekali… mmhh… mmhh …. dasar anak muda…..
mmhh… adduuh sayang… nanti tante bisa keluar lagi…. mmhh…
Doni… aduuhh…mmhh… tante jadi konak lagi… aahh… kamu ganas
sekali….” kurasakan pinggul Tante Anis yang semula diam pasrah kini
mulai mengikuti gerakan pinggulku.
Setiap kali aku menusukkan penisku, pinggul Tante Anis menyentak ke atas
sehingga penisku masuk semakin dalam. Gerakannya yang kembali ganas
membuat ketahananku hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur posisiku agar
bisa menusukkan penis sedalam-dalamnya.
“Tante… udah mau keluar belum…..?”
“Mmhh… iya sayang…. tante udah mau keluar lagi…. mmhh …mmhh…”
“Sekarang kita barengan ya… Doni juga udah mau keluar….”
“Hmmhh……. keluarin aja sayang… keluarin semuanya di dalam….
tante siap menampung…. tante udah nggak tahan sayaang.. … tusuk
tante yang kuat……. mmhh…. uuh… rasanya penis kamu makin
besar….. dorong yang kuat sayang….. iya… seperti itu sayang…
iya… masukin yang dalam…mmhh… adduuh… tante keluar lagi….
aahh…aagh….!!”
“Tante… mmhh… aduuh… Doni udah nggak tahan lagii…..
aahh…aahh..aagghh…!!” Akhirnya sebuah semburan sperma yang dahsyat
ke dalam vagina Tante Anis menyertai kenikmatan orgasmeku.
Sementara itu tubuh Tante Anis juga kembali menegang dan berkedut-kedut
menahan nikmat orgasmenya yang ketiga malam itu. Tidak lama kemudian
tubuh kami saling berpelukan dengan lemas, kami tidak bergerak ataupun
berkata-kata untuk beberapa saat karena rasa nikmat orgasme yang
bersamaan tadi seolah meluluhkan semua kekuatan dan keinginan kami
selama beberapa saat.
Aku dan Tante Anis hanya ingin diam berpelukkan dan saling menikmati
hangatnya tubuh masing-masing, sementara penisku yang terasa makin
melemah masih tertancap di dalam vagina Tante Anis…. Tidak berapa lama
kemudian aku membaringkan tubuhku di samping Tante Anis. Penisku
tergolek lemah kelelahan, basah kuyup oleh campuran lendir vagina Tante
Anis dan spermaku sendiri. Sementara itu dari celah vagina Tante Anis
lelehan sisa spermaku yang berwarna putih kental tampak mengalir keluar
bercampur dengan lendir Tante Anis. Aku yakin spermaku banyak sekali
yang masuk ke vaginanya karena sudah hampir dua minggu aku belum
mengeluarkannya. Tante Anis memiringkan badannya dan mengelus-elus
penisku.
“Gila kamu Doni….. belum-belum tante udah keluar tiga kali… kayaknya tante nggak bakalan kuat nih kalau ML sampai pagi….”
“Ah nggak apa-apa tante… khan ada Dewi, dia bisa gantiin tante kalau
tante udah capek… iya nggak,” kami tertawa cekikikan melirik Dewi yang
dari tadi tampak duduk gelisah menahan gejolak nafsu.
“Iya Dewi, ayo kamu ikutan sini dong… bantuin aku ngerjain Doni… aku
nggak bakalan kuat kalau sendiri,” kata Tante Anis ikut memanaskan
suasana.
“Ah… kayaknya aku nggak perlu bantuin Teh Anis…, tuh liat… Doni
punya udah lemes… kelihatannya dia juga udah bakal nggak kuat lagi
main dengan Dewi….,” kata Dewi yang mulai menanggapi ajakan kami
dengan setengah menantang.
“Tapi kalau punyaku bisa berdiri lagi Dewi mau ikutan nggak…?” pancingku.
“Boleh aja… tapi buktiin dong kalau Doni punya masih sanggup berdiri
lagi seperti tadi,” kata Dewi. Tampaknya Dewi sudah mendapatkan alasan
yang pas untuk ikut bergabung.
“Ok… aku akan buktikan kalau sebentar lagi punyaku akan bangun dan
keras seperti tadi tapi syaratnya harus Dewi yang bangunin yaa…”
kataku tersenyum.
“Iya… tapi dibersihin dulu dong… Dewi nggak mau bekas Teh Anis…
he… he.. he…” Aku lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan
penisku dari sisa-sisa cairan hasil persetubuhan dengan Tante Anis. Saat
keluar dari kamar mandi tampak Dewi sudah duduk di tepi tempat tidur.
Sementara itu Tante Anis gantian duduk tanpa busana di kursi sambil
menenggak sekaleng bir hitam dan menghisap rokok.
“Ayo sini anak muda…. kita buktikan apa kamu masih sanggup bertempur
lagi…” kata Dewi sambil tersenyum nakal. Setelah mendapat alasan yang
pas, Dewi yang sebelumnya tampak malu-malu mulai menampakkan nafsu sex
yang tidak kalah dengan Tante Anis. Aku lalu membaringkan tubuhku di
tempat tidur.
Tanpa banyak basa-basi lagi Dewi langsung mengelus-elus penisku yang
masih terkulai lemas akibat kelelahan setelah bertempur hebat dengan
Tante Anis. Diremas-remasnya biji pelirku dan kemudian Dewi mulai
menjilat-jilat batang penisku. Aku mulai merasakan kenikmatan lidah Dewi
dan remasan lembut tangannya, akibatnya penisku perlahan-lahan mulai
menunjukkan tanda kehidupan. Dewi mulai memasukkan penisku ke dalam
mulutnya, dikulumnya kepala penisku dan dikocok-kocoknya batang penisku
dengan tangannya. Tentu saja tidak berapa lama kemudian penisku mengeras
kembali. Merasakan penisku kembali membesar dan mengeras, Dewi semakin
bernafsu menghisap dan menjilatinya. Perlahan-lahan kulepaskan mulutnya
dari penisku.
“Nah, sudah terbukti bisa bangun lagi khan… sekarang giliran Dewi
memenuhi janji untuk ikut bergabung… gimana?” Dewi cuma tersenyum
sambil dengan sukarela melepaskan pakaiannya satu per satu dan berbaring
di sisiku.
Karena sejak awal aku sudah tertarik dengan payudara Dewi yang montok
seperti punya Pamela Anderson, aku langsung meremas payudaranya dengan
lembut dan mempermainkan putingnya dengan lidahku. Dewi yang sebenarnya
dari tadi sudah terangsang mulai mendesah-desah keenakan. Berbeda dengan
Tante Anis, meskipun sudah 3 tahun menikah Dewi belum memiliki anak
jadi puting susunya masih mungil dan berwarna terang seperti puting susu
gadis perawan.
Setelah puas menjilati dan meremas buah dadanya, aku mulai menjelajahi
bagian bawah. Perlahan-lahan kujilati bagian perut Dewi dan kemudian
akhirnya sampai ke daerah “Segitiga Bermuda”. Bulu kemaluan Dewi tidak
selebat Tante Anis sehingga belahan vaginanya sudah tampak jelas tanpa
harus menyibakkan bulu-bulunya. Setelah puas menjilati daerah lipatan
paha dan daerah bagian atas bulu vagina Dewi, aku membuka bibir
vaginanya dan terlihatlah liang vagina yang berwarna merah muda dan
sangat indah. Ingin rasanya segera membenamkan penisku ke dalamnya.
Mungkin karena belum memiliki anak, kedua bibir vaginanya masih tampak
kencang dan tidak menggelambir seperti punya Tante Anis. Secara refleks
jari-jari tanganku langsung masuk menggerayangi lubang vaginanya dan
membuatnya melenguh keras,
“Oohh……..” Langsung lidahku menjilati bibir vagina dan klitorisnya
dengan lembut. Setiap kali lidahku menjilati klitorisnya, pinggul Dewi
bergerak maju seolah tidak menginginkan lidahku terlepas dari
klitorisnya. Setelah kurasa cukup, akhirnya kulepaskan lidahku dari
bagian vaginanya dan aku mulai membuka kedua pahanya. Aku benar-benar
sudah tidak sabar ingin segera merasakan kenikmatan vagina seorang Dewi.
Dengan lembut kubelai lembut rambutnya, dari matanya kulihat Dewipun
sudah tidak sabar ingin menerima penisku. Tapi dia bukan Tante Anis yang
secara ekspresif dan terang-terangan mengumbar nafsunya dengan ganas.
Dewi hanya menatapku penuh harap sambil nafasnya berdesah-desah tak
teratur. Kuposisikan diriku diantara kedua pahanya, lalu perlahan-lahan
kubuka bibir vaginanya dan kuarahkan penisku ke liang vagina yang tampak
masih sempit. Kuletakkan kepala penisku tepat di depan lubang
vaginanya. Lalu dengan lembut tapi pasti kugerakkan pinggulku ke depan
sehingga penisku masuk ke dalam vaginanya.
Gila….nih cewek… vaginanya masih sempit sekali, benar-benar seperti
seorang perawan. Untung saja Dewi sudah cukup terangsang sehingga
penisku tidak begitu kesulitan menembus liang vaginanya yang sempit dan
basah. Dewi tampak menggigit bibir bawahnya dan tangannya meremas
pinggangku. Aku sempat berpikir mungkin Dewi merasa kesakitan akibat
perbuatanku, gerakanku kuhentikan sejenak.
“Sakit sayang…?” tanyaku. Dewi menggeleng perlahan.
“Enak sayang….?” kataku lagi. Dewi hanya mengangguk sambil tersenyum.
Sedikit demi sedikit kupercepat gerakanku, vagina Dewi terasa makin
basah dan gerakan penisku terasa mulai lancar.
Setelah merasakan persetubuhan yang ganas dengan Tante Anis,
persetubuhan dengan Dewi terasa begitu lembut dan indah. Kontras sekali
bedanya, namun kedua-duanya sama-sama memiliki kenikmatannya yang khas
sehingga sulit untuk mengatakan mana yang lebih enak. Kubelai rambut
Dewi dan kucumbu bibirnya dengan hangat, kami sungguh menikmati
persetubuhan yang indah ini. Sesekali aku melepaskan diri dan meminta
Dewi untuk bergantian di posisi atas. Diapun melakukannya dengan lembut
namun penuh energi, digerak-gerakkannya pinggulnya maju mundur dengan
berirama dan penuh tenaga sementara aku meremas-remas buah dadanya yang
indah. Aku rasakan dinding-dinding vaginanya begitu kuat mencengkeram
penisku sehingga membuatku makin terangsang. Sementara itu gerakan
pinggul Dewi makin cepat dan desahannya makin kuat serta tidak
beraturan. Dewi mulai sulit mengontrol gerakannya sendiri….
“Oohh… mmhh….mmhh… uuhh..” tampaknya Dewi mulai dekat menuju orgasme.
“Ahh… Doni… mmhh… Dewi di bawah aja ya… Dewi takut keluar duluan…..”
“Nggak apa-apa sayang, keluarin aja….”
“Enggak ah… Dewi mau keluar barengan sama Doni….” Akhirnya Dewi kembali berbaring disebelahku.
Aku langsung mengambil posisi diantara selangkangan Dewi dan kembali
membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Di posisi ini tampaknya Dewi
lebih bisa mengatur nafsunya sehingga desahannya kembali teratur seirama
dorongan penisku. Kami kembali bercumbu dengan hangat sambil tanganku
meremas-remas buah dadanya dan pinggulku turun-naik sehingga kedua tubuh
kamipun mulai dibasahi oleh peluh.
Sekarang giliranku mulai merasakan dorongan kenikmatan orgasme mulai
menjalari seluruh tubuhku. Rasanya tidak lama lagi pertahananku akan
bobol. Gerakanku makin kuat dan Dewi juga merasakannya sehingga diapun
mulai agak mengganas. Aku mulai melepaskan bibirku dari bibirnya dan
mulai mengatur posisi agar bisa menancapkan penisku dengan maksimal ke
dalam vagina Dewi. Rasanya tidak lama lagi kami berdua akan sampai ke
puncak kenikmatan….
advertisement
“Dewi… aku udah mau keluar sayaang…. mmh…. sshh… sshh…
mmhh…” aku mencoba sekuat tenaga mengontrol orgasmeku agar bisa
bertahan sedikit lagi.
“Dewi juga mau keluar sayang… adduhh… penis kamu tambah besar…
Dewi nggak tahan lagi… mmhh… aaah……mmhh…” Gerakan kami berdua
makin cepat dan makin ganas, akhirnya….
“Aahh…. Donii….. mmhh…. aahh…. Dewi nggak tahan lagi sayang… aahh… aahh…!”
“Dewiii…. aduuh….. Donii keluaar………… aahh…!” Tubuh kami
menggelinjang dan bergetar hebat dalam sebuah orgasme bersama yang
indah, akhirnya kami berpelukan lemas. Setelah beberapa saat kami
berpelukan, aku kembali mencumbu Dewi dengan lembut. Kemudian aku
merebahkan diriku di sampingnya, kami diam dan saling berpandangan.
“Wow… keren…. hebat….” tiba-tiba kudengar Tante Anis bertepuk
tangan memberi “applaus” untuk persetubuhan kami yang cukup lama dan
menggairahkan. Kami berdua cuma tersenyum saja, sudah terlalu lelah
untuk berkomentar.
Mungkin lebih dari setengah jam aku dan Dewi saling bergumul sebelum
akhirnya kami tenggelam dalam kenikmatan orgasme. Tampak Dewi tergolek
kelelahan disampingku, dia hanya sebentar menoleh tersenyum penuh arti
ke Tante Anis lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu sisa-sisa
spermaku tampak mulai menetes dari celah vagina Dewi meskipun tidak
sebanyak Tante Anis. Akupun hanya bisa terbaring lemas, penisku tampak
tak berdaya. Tiba-tiba aku merasa sangat haus dan lapar. Aku bangkit
lalu mengambil sekaleng bir dan menyantap sebungkus roti untuk
mengembalikan tenagaku yang nyaris terkuras habis oleh dua wanita
bersuami ini.
“Nanti kalau sudah siap, giliran tante lagi ya… melihat kalian ML tante jadi kepengen lagi lho…. Doni masih kuat khan…?”
“Ok tante,…. Doni masih kuat kok… liat nih… sebentar juga bangun lagi…” kataku menanggapi tantangan Tante Anis.
Kutunjukkan pada Tante Anis penisku yang perlahan-lahan mulai agak
membesar. Melihat aku mulai segar lagi Tante Anis merebahkan aku ke
tempat tidur di samping Dewi yang masih tergolek kelelahan. Tanpa merasa
perlu membersihkan penisku dari sisa-sisa persetubuhanku dengan Dewi,
Tante Anis langsung mengulum dan mengkocok-kocok penisku hingga
perlahan-lahan kembali mengeras dengan sempurna.
Begitu melihat penisku kembali berdiri sempurna langsung Tante Anis
mengambil posisi jongkok dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya.
Seperti sebelumnya, dengan ganas Tante Anis menggerak-gerakkan
pinggulnya sambil mulutnya terus berdesah-desah merasakan nikmat. Dewi
yang terbaring disampingku lalu membuka mata dan menggeleng-gelengkan
kepala melihat kelakuan kami.
“Ah.. keterlaluan deh Teh Anis ini, si Doni belum sempat istirahat udah
diembat lagi…. nggak kasian sama anak orang…” Tante Anis cuma
tertawa kecil dan meneruskan goyangan mautnya. Tak berapa lama kemudian
Tante Anis melepaskan penisku dari vaginanya dan meminta aku untuk
berganti posisi, dia ingin ditusuk dari arah belakang.
“Doni… tante kepengen kamu masukin dari belakang ya…?” Tante Anis
lalu mengambil posisi menungging di sebelah Dewi sambil tangannya
meraba-raba payudara Dewi sambil sesekali lidahnya menjilati putingnya.
Sementara itu aku langsung memasukkan penisku lagi ke dalam vagina Tante
Anis yang sudah merah merekah dari belakang. Merasakan apa yang
dilakukan Tante Anis pada mulanya Dewi tampak risih, mungkin dia belum
pernah dengan sesama wanita, tapi lama kelamaan dia membiarkan Tante
Anis melakukan aksinya bahkan tampaknya Dewi mulai menikmati ulah tangan
dan lidah Tante Anis.
Aku juga tidak tinggal diam, sambil penisku keluar masuk di vagina Tante
Anis tanganku mulai meraba vagina Dewi sehingga membuatnya makin
terangsang. Kemudian Dewi membuka kedua pahanya lebih lebar agar
jari-jari tanganku lebih leluasa masuk ke dalam vaginanya. Sementara itu
pinggul Tante Anis mulai bergerak tak teratur dan desahannya makin
keras.
“Aaah… mmhh… mmhh…. mmhh….” Aku tahu sebentar lagi Tante Anis
akan mencapai orgasmenya yang keempat. Kupercepat gerakanku dan Tante
Anispun makin tak terkontrol.
“Donii…. aahh…. tusuk yang kuat sayaang…. iya… yang kuat
sayang… teruss… teruss… tusuk yang dalam…. tusuk sampai ujung
sayang… aahh… tantee keluar lagii……… aaghh…” Tante Anis
mengejang keras dan menyentakkan pantatnya ke arahku sehingga penisku
masuk makin dalam.
Kutarik paha Tante Anis ke arahku dengan maksud supaya dia makin
merasakan kenikmatan orgasmenya. Setelah beberapa saat akhirnya Tante
Anis terkulai lemas dan peniskupun terlepas dari vaginanya. Melihat
penisku masih berdiri tegang, Dewi langsung mengerti apa yang harus
dilakukannya. Dia mengambil alih posisi Tante Anis dengan menungging di
depanku. Dengan perlahan kubuka belahan vagina Dewi dan kumasukkan
penisku ke dalamnya. Dewipun mendesah menahan nikmat saat penisku
meluncur ke dalam vaginanya yang hangat dan basah.
Sementara penisku di dalam vaginanya, kedua tanganku mulai meraba-raba
buah dadanya yang indah. Dewi tampak sangat menikmatinya sehingga
pinggulnya mulai bergerak-gerak. Setelah beberapa menit berlalu, Dewi
tampak mulai kelelahan dengan posisi “doggy-style”. Dewi memintaku untuk
melepaskan penis dan diapun kembali menelentangkan dirinya pasrah
dengan kedua pahanya terbuka lebar-lebar seolah mengundangku untuk
segera membenamkan penisku kembali. Dan akupun menanggapi undangannya
dengan senang hati. Tanpa banyak basa-basi langsung kumasukkan penisku
ke dalam liang vagina Dewi yang belum sempat dibersihkan dari lendir
sisa-sisa persetubuhan kami sebelumnya. Dewi sendiri sekarang sudah
mulai berani mengungkapkan gejolak nafsunya terang-terangan, dia mulai
berani menggerakkan pinggulnya dengan ganas dan mendesah-desah dengan
kuat. Rasanya Dewi yang sekarang tidak kalah ganas dengan Tante Anis.
Ini sungguh kejutan bagiku, aku tidak siap menghadapi keganasan Dewi
yang nyaris tiba-tiba. Hal itu membuat aku nyaris kehilangan kontrol dan
hampir mencapai orgasme. Tapi aku tidak ingin mengalaminya sendiri, aku
ingin Dewi juga bisa merasakannya padahal saat itu kurasakan kondisi
Dewi masih stabil dan belum mendekati orgasme. Sekuat tenaga aku
berusaha mengontrol nafasku untuk menghambat datangnya orgasme. Tapi
rasanya tidak banyak membantu, goyangan Dewi yang ganas membuat
orgasmeku terasa makin mendekat.
Akhirnya kuputuskan untuk meremas buah dada dan mempermainkan
klitorisnya supaya Dewi juga cepat terangsang. Ternyata cara ini
efektif, dalam waktu singkat gerakan pinggul Dewi menjadi makin kuat dan
mulai tidak beraturan, desahan dan lenguhannya juga semakin keras. Aku
tahu Dewi juga sudah kehilangan kontrol dan mulai mendekati puncak
orgasme….
“Dewi sudah mau keluar ya…….?” tanyaku.
“Hhmm… iya sayang… adduhh… sebentar lagi Dewi keluar…. barengan
ya sayang….sepertinya penis Doni juga udah makin besar… mmhh… enak
banget….. vagina Dewi terasa penuh…. mmhh…. aahh….. fuck me
honey….fuck me hard… aahh…. aahh….” Begitu kurasakan Dewi hampir
mencapai orgasme langsung kupercepat gerakanku, kulepaskan tanganku
dari klitoris dan buah dadanya sambil mencari posisi yang nyaman untuk
melakukan tusukan akhir yang dalam dan nikmat. Dan akhirnya…
“Dewi…. aku nggak tahan lagi… keluarin bareng sekarang yukk……”
“Iya sayang…. Dewi juga…. aahh… adduhh…. tusuk yang kuat
sayang… fuck me…… yess… aahh…uuhh… Dewi keluar
lagi….aahh…… aagh…!!”
“Oohh…. Dewi…. mmhh Doni juga keluaarr…… aagh…!” Akhirnya kami kembali orgasme bersamaan.
Orgasme kali ini sungguh-sungguh menguras energiku, aku tidak tahu
apakah aku masih sanggup kalau Tante Anis minta lagi. Tapi kulihat Tante
Anis juga sudah kelelahan setelah empat kali orgasme hebat yang
dialaminya sehingga kami akhirnya memutuskan untuk beristirahat saja.
Kami bertiga tidur saling bepelukan tanpa busana dan hanya ditutupi
selimut. Pagi itu aku terbangun, sayup-sayup kudengar suara adzan subuh.
Tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Ah… ternyata Tante Anis
sudah bangun lebih dulu dan dia sedang asyik mengulum penisku.
“Aduh… tante… pagi-pagi udah sarapan pisang…” kataku sambil tertawa.
“Hmm.. sorry ya Don,… tante tadi bangun duluan terus tante nggak tahan
liat penis kamu. Tante langsung ngebayangin kayaknya enak banget kalau
subuh-subuh gini ML lagi dengan Doni… nggak apa-apa khan…?” Kulihat
penisku sudah berdiri tegak akibat ulah Tante Anis.
Tampaknya Tante Anis sudah sangat bernafsu, nafasnya memburu tak teratur
dan pandangan matanya menunjukkan dirinya sedang berada pada puncak
birahinya. Sementara itu Dewi tampak masih tergeletak pulas disampingku.
“Doni sayang… tante pengen ngerasain penis kamu lagi yaa…. soalnya
sebentar lagi khan kita pisah… jadi sekarang tante pengen ML lagi
dengan Doni… mau khan…?”
“Masukin aja tante… Doni juga suka ML dengan tante….pokoknya hari
ini Doni mau ML sampai kita bener-bener udah nggak kuat lagi…. tante
mau khan?”
“Hm…. dengan senang hati sayang….. ssttt… jangan keras-keras nanti
si Dewi bangun. Kasihan dia masih kecapaian semalam gara-gara ML dengan
kamu.”
Ah… kali ini aku akan memberikan sesuatu yang lain untuk Tante Anis.
Aku akan membuatnya mengalami orgasme berkali-kali tanpa sempat
istirahat. Aku rasa ini tidak terlau sulit karena tampaknya Tante Anis
tipe wanita yang sangat sensitif dan mudah mengalami orgasme. Lagi pula
karena semalam aku sudah tiga kali orgasme, aku yakin bisa bertahan
lebih lama lagi sekarang. Kubiarkan Tante Anis menaiki diriku dan
memasukkan penisku ke dalam vaginanya.
Seperti biasa dia mulai menaik-turunkan pinggulnya sehingga penisku
meluncur keluar-masuk vaginanya. Dengan sengaja kusentakkan pinggulku
untuk menandingi gerakannya sehingga membuatnya makin terangsang. Benar
saja tidak sampai lima menit Tante Anis mulai kehilangan kontrol dan
melenguh kuat, ia mengalami orgasmenya yang kelima. “Aahh… Doni….
tante keluar…. mmhh… adduuhh… aahh… aahh.. aaghh…!!”
Aku tidak memberi Tante Anis kesempatan beristirahat. Setelah tubuhnya
melemas aku langsung membaringkan Tante Anis dan membuka pahanya, tanpa
basa-basi aku langsung menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Dan kali
ini aku menusukkan penisku dengan kuat dan cepat. Benar saja, Tante Anis
tampak kaget dan tidak siap dengan serangan tiba-tiba ini. Tidak sampai
tiga menit kemudian tubuhnya mulai bergetar hebat.
“Adduhh… Doni… tante jadi pengen keluar lagi…. aahh… aahh…
aahh…” Kurasakan badan Tante Anis mengejang dan kemudian lemas, ini
orgasmenya yang keenam.
Sementara itu penisku masih keras dan besar di dalam vaginanya. Tanpa
memberinya kesempatan istirahat aku kembali menggerak-gerakkan penisku
dengan kuat dan ganas. Tante Anis yang belum sempat istirahat untuk
memulihkan tenaganya, kembali tergetar oleh rangsangan orgasme yang
ketujuh.
“Donni….. kamu nakal…. nanti tante bisa keluar lagi… aduuhh…
mhh… aahh… mmhh…. Doni….. tante mau keluar lagii….. aduuhh…
aahh….. dorong yang keras sayang… iya… tusuk yang dalam sayang…
iya gitu… terus… terus…. jangan berhenti… aahh… aahh… enak
sekali sayang… mmhh… tante keluar lagiii… aahh” Kembali aku tidak
memberinya kesempatan istirahat, kali ini kuangkat kedua kakinya dan
pantatnya kuganjal dengan bantal sehingga penisku masuk semakin dalam
hingga menyentuh ujung vaginanya.
Kutusukkan penisku ke dalam vagina Tante Anis berulang-ulang dengan
cepat dan kuat. Hanya berselang satu atau dua menit dari orgasme
sebelumnya kembali tubuh Tante Anis bergetar hebat untuk mengalami
orgasmenya yang ke delapan.
“Aahh… Donnii…. uughh…. masukin yang dalam sayang…. masukin
sampai ujung…. aahh…. enak banget….. aaahh… gimana nih…. tante
bisa keluar lagi…. mmhh…. aahh… aduuhh… tante keluar lagi
sayang… aahh.. aahh…..” kali ini tubuhnya menggelinjang cukup lama,
pinggulnya berkedut-kedut tidak beraturan, matanya terpejam rapat-rapat
dan giginya terkatup menahan kenikmatan yang luar biasa…. Begitu
selesai orgasme yang ke delapan, kembali aku meneruskan tusukan penisku.
Kali ini tante Anis sudah mulai merasa tidak kuat lagi, matanya memelas
memintaku untuk berhenti.
“Udah dong sayang… tante capek banget…. vagina tante mulai perih
sayang jangan cepet-cepet dong… sakit… udah sayang… tante
istirahat dulu… sebentar aja… nanti kita lanjutin lagi… kasih
kesempatan tante istirahat dulu sayang…” katanya sambil mencoba
menahanku.
Tapi aku tidak peduli, memang gerakanku kuperlambat supaya Tante Anis
tidak merasa sakit tapi aku tetap menusukkan penisku ke dalam vaginanya.
Aku sendiri sekarang mulai terangsang berat melihat pandangan sayu
tanpa daya seorang wanita yang haus kenikmatan seperti Tante Anis.
Setelah beberapa saat tampaknya Tante Anis mulai kehilangan rasa
sakitnya dan berubah menjadi rasa nikmat kembali, dia mulai
menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti gerakanku. Sekarang aku ubah
sedikit posisiku, hanya kaki kiri Tante Anis yang kuangkat sementara
kaki kanannya tergeletak di kasur dan kaki kiriku kuletakkan diatas paha
kanannya. Kelihatan Tante Anis menikmati sekali posisi ini, dia mulai
bergairah lagi dan gerakan pinggulnya mengganas kembali.
Tak lama kemudian iapun mengalami orgasmenya yang kesembilan…
“Ahh…oohh…Doni….kamu pinter banget sih… aahh… anak nakal….
tusuk tante yang kuat sayang… aahh … aahh… tante keluar lagi….
aahh….. aahh aahh..!,” teriakannya kali begitu keras dan panjang
sehingga Dewi yang tertidur kelelahan akhirnya terbangun juga. Aku
menekan penisku dalam-dalam di vagina Tante Anis sambil menunggunya
kembali siap.
“Udah sayang… tante udah capek… tante nggak kuat lagi sayang….
udah ya sayang… vagina tante udah kebas…… please… tante udah
nggak sanggup lagi……”
“Hmm… Doni masih pengen terus tante… soalnya sebentar lagi kita
pisah… Doni mau menikmati tubuh Tante Anis hari ini sampai
sepuas-puasnya…” kataku sambil memulai lagi tusukan penisku.
“Ayo dong sayang….. udah dulu… kapan-kapan kita khan bisa ketemu
lagi…. tante janji deh…. tapi sekarang udah dulu tante capek
banget… tenaga tante udah abis….”
“Yang ini terakhir tante… Doni juga udah mau keluar kok… boleh yaa…” kataku sambil mengecup bibirnya.
Tante Anis terdiam dan berusaha menikmati permainan penisku yang terus
mengganas nyaris tanpa henti. Sementara itu aku sudah merasakan diriku
mulai mendekati orgasme juga, penisku terasa membesar dan memenuhi
vagina Tante Anis. Tampaknya Tante Anis juga merasakan hal yang sama,
iapun segera terangsang berat serta mulai mendesah-desah untuk
orgasmenya yang kesepuluh.
“Ahh… Doni…. keluarin punya kamu sekarang sayaang… tusuk tante
yang kuat… tante juga udah mau keluar sekarang……. aaaahhh..!!”
“Ayo tante kita barengan… ini yang terakhir…. aahh Doni keluarr…
aaggh…!”
“Aahh…… mmhh… tante juga keluar lagii….. adduhh maakk…enak
bangeett…… aaghh…!” Akhirnya kali itu persetubuhan kami
benar-benar terhenti dan kamipun berpelukan lemas.
Kukecup bibir Tante Anis dan perlahan-lahan kulepaskan penisku dari
dalam vaginanya. Kulihat vagina tante Anis sudah sangat merah dan Tante
Anis sendiri masih memejamkan matanya kehabisan energi. Hanya sedikit
saja sisa lelehan spermaku yang keluar dari vagina Tante Anis, rupanya
aku sudah mulai kehabisan cadangan sperma.
Tiba-tiba keheningan kami dipecahkan oleh suara Dewi,
“Hey… kalian ML kok nggak ngajak-ngajak Dewi sih… emangnya kalian kira aku nggak pengen yaa….”
“Sudah berapa lama sih kalian main… kok kayaknya seru banget… Anis
sampai basah penuh keringat gitu…,” lanjut Dewi lagi. Tante Anis hanya
menoleh sejenak lalu memberi kode dengan jarinya bahwa ia mengalami 6
kali orgasme pagi itu.
“Enam kali…?? Ah gila juga… bener-bener teteh maniak ML….. Dewi
baru tau….” kata Dewi melotot memandangi Tante Anis seolah tidak
percaya.
“Swear… enggak juga Wi…. aku baru kali ini kok ML segila ini, gak
tau nih siapa yang gila, si Doni apa gue….” kata Tante Anis membela
diri sambil masih terengah-engah kelelahan.
“Dewi juga pengen dong sayang…. nggak usah enam kali kayak Teh Anis
tapi Dewi pengen ML lagi pagi ini sebelum kita pisah… ya sayang…..
please… aku pengen dapet kenang-kenangan yang spesial dari kamu. Ok,
honey…..” Tapi tampaknya Dewi menyadari kondisiku yang masih lelah
kehabisan tenaga.
“Kalau Doni masih cape, pakai tangan atau lidah juga gak masalah
kok….. dari tadi aku liat Teh Anis ML dengan kamu kok kayaknya seru
banget, Dewi jadi konak kepengen ngerasain juga. Please honey… jilatin
punyaku seperti kemarin malam…. Dewi suka kok… jilatin terus sampai
Dewi puas… pokoknya jangan berhenti sebelum aku puas yaaa……
please honey… eat my pussy…. please…” Dewi yang beberapa jam
sebelumnya masih malu-malu dan pura-pura tidak mau ikutan kini terlihat
mulai berani merayuku dengan genit, di bukanya pahanya dan kedua
tangannya menarik bibir vaginanya ke samping sehingga lubang vaginanya
yang mungil tampak jelas.
Mau tidak mau akupun kembali terangsang dan mulai melupakan kelelahanku.
Aku ingin membuat Dewi mengalami orgasme berkali-kali tanpa istirahat
seperti Tante Anis. Karena penisku masih lemas, kali ini aku memulainya
dengan lidahku dulu. Kubaringkan Dewi di atas ranjang dan pantatnya
kualasi dengan dua buah bantal supaya lidahku bisa menjangkau vaginanya
dengan mudah.
“Nah… gitu sayang… jilatin vagina Dewi… hmmh… enak banget….
Dewi belum pernah orgasme pakai oral… sekarang Dewi pengen
ngerasain… ayoo sayang… bikin aku terbang melayang ke bulan….
c’mon honey… lick my pussy…. mmhh… yesss… I like it… yess…
make me cum honey…” Kujilati bibir dan liang vaginanya lalu
kupermainkan klitoris Dewi dengan bibir dan lidahku sementara itu
jari-jari tanganku masuk ke dalam liang vaginanya.
Tampaknya Dewi sangat menikmati ini, pinggulnya bergoyang-goyang
perlahan serta suaranya mendesah-desah sexy sekali. Setelah beberapa
menit akhirnya kuputuskan untuk meningkatkan rangsangan dengan jalan
menghisap klitorisnya dengan kuat dan menjilatinya dengan cepat sehingga
tubuh Dewi mulai bergetar tak beraturan. Sementara itu jari-jariku
terus masuk semakin dalam sampai menyentuh g-spotnya. Ini membuat Dewi
menjadi makin tak mampu mengontrol dirinya lagi, pinggulnya bergetar
keras hingga akhirnya dia mengalami orgasmenya yang ketiga.
“Mmhh Doni… adduhh… Dewi nggak tahan lagi adduuhh… terus isep yang
kuat… c’mon honey…. mmhh… yess…. I’m cumming…. I’m
cumming…… aduh enak bangeett…. aahh… oohh…. oohh…!!” tubuh
Dewi mengejang keras, giginya terkatup rapat, matanya terpejam dan
tangannya mencengkeram kasur dengan kuat.
Tapi aku tidak menghentikan permainanku, klitoris dan g-spotnya terus
aku rangsang sampai akhirnya setelah hampir semenit berlalu tubuh Dewi
yang menggelinjang mulai terkulai lemas kehabisan tenaga. Aku ingin Dewi
merasakan orgasme yang terus-menerus tanpa henti seperti Tante Anis.
Dewi masih tergolek lemas di tengah tempat tidur, sementara itu penisku
sudah mulai menegang kembali setelah mendapatkan cukup waktu
beristirahat.
advertisement
Dewi yang belum sadar akan apa yang terjadi tiba-tiba kaget karena aku
memasukkan penis ke dalam vaginanya yang masih berdenyut-denyut akibat
orgasmenya yang terakhir.
“Aduhh… Doni sayang… kamu ganas banget sih…. Dewi masih capek
nih…. istirahat dulu yaa…. please honey…” Aku tersenyum dan
menggelengkan kepala perlahan sambil terus menancapkan penisku ke dalam
vaginanya.
Akhirnya tidak berapa lama kemudian Dewi mulai terangsang juga, dia
mulai menikmati sodokan penisku dan mulai menggerak-gerakkan pinggulnya
dengan ganas. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya pertahanan Dewi
mulai bobol. Ia mulai kehilangan kendali dan tubuhnya bergetar-getar
merasakan orgasmenya yang ke-empat.
“Donni….. mmhh… gimana nih… Dewi bisa keluar lagi sayang…….
aduhh… aahh… keluar lagi deh… aahh….. mmhh…. aahh…!” kedua
tangan Dewi mencengkeram punggungku sementara itu kakinya menjepit kuat
pinggulku.
Aku membiarkan penisku tertancap dalam-dalam di vagina Dewi dan
membiarkan dia menikmati orgasmenya. Begitu cengkeraman Dewi mulai
melunak aku mulai lagi melanjutkan goyangan penisku di dalam vaginanya.
Dewi tampaknya kaget setengah mati dan benar-benar tidak siap mendapat
serangan beruntun ini.
“Doni… udah dulu dong sayaang… Dewi masih capek….. Dewi lemes
banget sayang…. please…. gimme a break, honey….” Tapi sama seperti
dengan Tante Anis sebelumnya, aku tidak ambil peduli.
Aku terus menusukkan penisku ke dalam vaginanya, makin lama makin
cepat… sampai akhirnya Dewi mulai terangsang lagi untuk yang kesekian
kalinya dan kembali ikut bergerak aktif.
“Doni… gantian ya… Dewi pengen di atas….” Aku lalu merebahkan
diriku dan membiarikan Dewi menaiki tubuhku sambil membenamkan penisku
ke dalam vaginanya.
Kali ini Dewi benar-benar sudah belajar banyak dari Tante Anis,
gerakannya mulai ganas dan liar. Desahan-desahan kenikmatannya
benar-benar membangkitkan nafsu. Akhirnya Dewi mulai mengalami puncak
kenikmatan orgasmenya yang kelima, gerakannya makin liar terutama saat
membenamkan penisku ke dalam vaginanya dan desahannya berubah menjadi
jerit kenikmatan.
“Donii…. aahh… Dewi udah nggak tahan…uuhh… mmhh …..Dewi keluar
lagi…. mmhh… yess…. I’m cumming… aahh… aahh……!!” Akhirnya
pinggul Dewi menghujam keras ke bawah membuat penisku terbenam sampai
ke ujung vaginanya berbarengan dengan rasa nikmat luar biasa yang
menjalari tubuhnya. Dan Dewipun terkulai lemas di atas tubuhku.
Kelihatan Dewi sudah begitu lemas setelah orgasmenya yang kelima, tapi
sudah kepalang tanggung. Aku sudah terangsang berat dan belum orgasme.
Kubaringkan Dewi yang masih memejamkan mata, lalu perlahan-lahan kubuka
pahanya dan kuarahkan penisku ke liang kenikmatannya. “Aduh… jangan
sayang… uuh… sakit sayang… vagina Dewi udah mulai ngilu….
berhenti dulu yaaa… istirahat sebentar aja… nanti boleh lagi….”
Dewi mencoba menolakku, tapi tubuhnya yang sudah lemah tidak kuasa
menahan masuknya penisku ke dalam vaginanya.
Akhirnya ia tergolek pasrah di bawah berat tubuhku yang menindihnya. Aku
tidak ingin menyakiti Dewi, sebaliknya aku ingin memberinya kenikmatan.
Maka aku menggerak-gerakkan pinggulku dengan hati-hati supaya penisku
bergerak dengan lembut di dalam vaginanya yang sudah over-sensitif.
Kalau Dewi terlihat kesakitan aku berhenti sebentar, setelah itu aku
lanjutkan lagi dengan gerakan yang lembut. Sesekali kucumbu bibirnya,
lalu kujilati leher dan telinganya agar nafsunya bangkit kembali
sehingga akhirnya perlahan tapi pasti libido Dewi mulai naik kembali.
Ia mulai bisa merasakan kenikmatan yang diberikan penisku. Matanya mulai
terpejam merasakan nikmat dan dari mulutnya yang mungil kembali keluar
desahan-desahannya yang khas dan sexy. Beberapa saat kemudian tampaknya
Dewi benar-benar sudah pulih, rasa sakitnya sudah tergantikan sepenuhnya
dengan rasa nikmat. Ia mulai menggerakkan pinggulnya dengan ganas
sehingga akupun harus mempercepat tusukan penisku untuk mengimbanginya.
Aku merasakan Dewi sebentar lagi akan mencapai orgasme, dan begitu juga
aku.
“Doni sayang… Dewi mau keluar lagi….. adduhh… adduhh… enak
banget… mmhh… c’mon honey… fuck me harder…. yess…. aahh…
masukin yang dalam sayang… adduuh… mmhh…. adduhh… Dewi keluar
lagii…. mhh… aahh… I’m cumming…. aahh!”
“Ayo Dewi…. kita barengan yaa sayang……. mmhh… aahh…!!”
Akhirnya aku menumpahkan sisa persediaan spermaku yang terakhir ke dalam
vagina Dewi, sementara tubuh Dewi menggelinjang hebat menahan nikmat
orgasmenya yang keenam.
Kali ini aku benar-benar sudah kehabisan tenaga, seandainya Tante Anis
masih mau ML rasanya aku akan menyerah saja. Untunglah kami bertiga
sudah benar-benar kelelahan sehingga tidak ada satupun dari kami yang
berani meminta lagi. Tanpa sadar hari sudah terang dan waktu menunjukkan
jam 7 pagi, setelah beristirahat sejenak kamipun akhirnya mandi bersama
dan bersiap-siap meninggalkan hotel. Di perjalanan pulang masing-masing
kami mulai berkomentar tentang perasaan nikmat yang kami alami…
“Doni… kamu keterlaluan, tante sampai lemes dan kaki tante sampai
sekarang masih gemeteran. Veggie tante juga rasanya masih kebas… belum
pernah tante orgasme sampai sepuluh kali seperti kemarin… kayaknya
jatah ML sebulan habis dalam semalem deh….”
“Iya nih… Dewi juga sampai teler banget, tega banget sih kamu
sayang… kayak besok kita nggak bisa ketemu lagi aja….! But anyway
thanks ya… Dewi belum pernah ML senikmat ini… I feel great….
kapan-kapan Dewi mau ikutan lagi yaa…”
“Aduh… Tante Anis dan Dewi juga nggak kira-kira ganasnya, Doni sendiri
juga sudah kehabisan tenaga. Untung aja tante nggak minta nambah lagi,
ML yang terakhir dengan Dewi tadi bikin Doni bener-bener udah nggak kuat
lagi. Tapi ngomong-ngomong kapan kita bisa ketemu lagi tante… Terus
terang ini pengalaman Doni yang pertama ML dengan dua cewek cantik
sekaligus dan Doni kayaknya ketagihan pengen lagi… Doni nggak bisa
lupain pengalaman ini.”
“Itu gampang diatur… ini kartu nama tante, Dewi juga kerja di kantor
yang sama. Nanti kapan-kapan kalau Doni pengen ketemu tinggal telpon
aja, bisa kita atur waktunya. Yang jelas tante nggak mau ketemu
sendirian dengan Doni, paling tidak tante akan ajak Dewi atau tambah
cewek lain biar gantian Doni yang kita habisin sampe nggak bisa
bangun…ha…ha…ha…”
“Atau kalau tante mau ketemu tante bisa dateng ke kolam renang hari
Jumat, Doni rutin berenang di sana setiap hari Jumat….” kataku memberi
alternatif. Setelah mengantarkan aku ke kolam renang untuk mengambil
motor kamipun berpisah.
Tante Anis sempat berusaha menyelipkan beberapa lembar uang
seratus-ribuan ke kantongku tapi aku menolaknya dengan halus. Aku tidak
ingin mengganti petualangan yang bebas dan menyenangkan ini menjadi
suatu profesi yang bisa mengganggu kuliah dan masa depanku. Setelah
kejadian itu kami sempat beberapa kali mengadakan pertemuan dan
mengulangi pesta seks, kadang di Ciater, kadang di Puncak, atau di
Lembang lagi. Sekali waktu Tante Anis pernah mengajak seorang temannya
lagi dan itu benar-benar membuatku kehabisan tenaga karena harus
mengalami orgasme sampai delapan kali dalam semalam untuk melayani tiga
orang wanita yang haus akan kenikmatan syahwat. Sayang sekali
petualangan gila ini terpaksa harus berakhir setelah Tante Anis dan Dewi
terlibat perselisihan akibat urusan kantor. Meskipun demikian
pengalamanku bersama mereka masih terus kuingat sampai sekarang dan
sering menjadi fantasi seksualku saat aku bercinta dengan istriku.