Scandal Salmah Dan Hamidi

 Hamidi 29 tahun terpesona pada Salmah wanita paruh baya pemilik kantin
dimana dia bekerja. Tubuh wanita berjilbab dalam balutan blus coklat dan
rok merah maroon sedang menyiapkan makanan di rak. Tangan Hamidi dengan
cepat menuangkan air ke gelas, tetapi matanya masih menatapnya.
Tampilan dari belakang wanita itu terlihat sangat jelas meskipun
ditutupi oleh blus kecoklatan.

Pekerja pabrik yang biasa makan di kantin sepi di saat jam kerja.
“Mba Sal, bisa mengantar saya pulang? Sepeda motor saya rusak. ”tiba tiba Hamidi bertanya kepada wanita itu.
“Tentu.. Rumah Midi tidak jauh kan? ”Tanya mba Sal.
“Dekat kok mba ..” jawab Hamidi lagi.

Di saat pulang, Hamidi sudah menunggu di sebelah mobil mba Sal.
Mobil biru metalik yg biasa di pakai mba Sal untuk setiap hari ke
kantin.
Suami mba Sal adalah seorang sopir truk dan dia lebih suka pakai sepeda
motor. Tak lama berselang, terlihat mba Sal dengan langkah yg anggun
tampak keluar dari kantin. Dengan pawakan yg agak bongsor membuat
penampilanya tak di sia siakan para pria hidung belang. Tak terkecuali
Hamidi.. Dia benar benar terkesima dengan penampilan mba Sal.
“Ayo kita berangkat..” ujar mba Sal setelah tiba di parkiran mobilnya.
“Ayo mba..”saut Hamidi dengan mantap.

advertisement

Di dalam mobil, Hamidi memperhatikan paha mba Sal yang tampak ketat
dengan rok panjang merah maroon. Birahi nafsu terlihat di mata Hamidi.
Matanya membelalak ke wajah istri orang berusia 45 tahun itu.. sangat
seksi gumam Hamidi. Selain itu, mba Sal mengenakan jilbab satin putih
terang yang menutupi kepalanya. Pemuda itu membayangkan kepala mba Sal
bergerak naik turun menyepong kontolnya.
“Lihat apa..?”mba Sal membuyarkan lamunan Hamidi ketika dia tahu bahwa pria itu mengawasinya.
“Cantik … Meski umurnya 45 tahun,” kata Hamidi.
“Alah … sudah terlambat untuk Midi. Di mana kecantikannya? ”Kata mba Sal dengan rendah hati, sambil mengerem saat lampu merah.
“Mba… Andai mbak masih prawan atau sudah janda… Saya orang pertama yang ingin…” Hamidi belum selesai berkata.
“Mmm… rumah Midi ada di persimpangankan? ”mba Sal mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Iya… terus di persimpangan itu, dan kemudian rumah nomor 5 dari kanan,” Hamidi menjelaskan.

Mobil berhenti ketika tiba di depan rumah Hamidi. Sepeda motor Hamidi ada di garasi sebelah mobil merah.
“Kapan sepeda motor Midi rusak?”Tanya mba Sal.
“Tadi pagi mba, ”jawab Hamidi.
“Itu mobil Midi?”Timpal mba Sal.
“Ha’ah mba.. mampunya baru beli itubmba.. Ennnggg.. Mba..
Boleh tanya?”Hamidi agak ragu.
“Ada apa?” Tanya mba Sal.
“Besok sore kita jalan yuk?” kata Hamidi. “Kemana?” Tanya mba Sal.
“Nonton..Suami mba belum pulang kan?”tanya Hamidi.
“Belum.. Dia pulang 3 hari lagi. Kenapa Midi ngajak mba? “Tanya mba Sal.
“Hanya ingin aja mba.. Gimana mba? ”Tanya Hamidi dengan pasti.
“Nanti mba lihat sikon dulu” kata mbak Sal
“Ayolah mba … Pliss … ayolah .. di rumah mba kan gak ada orang …
Pliss …” rengek Hamidi sambil memegang paha mba Sal dengan lembut
sampai jari-jarinya bisa menyentuh selangkangan mba Sal.
Mba Sal diam beberapa saat. Dia hanya mengukir senyum sambil melemparkan pandangan kosong ke depan.
“Oke … tapi janji jangan bilang siapa pun. Mba nanti kabari Midi. “Kata mba Sal.
“Oke … terima kasih mba,” kata Hamidi dan keluar dari mobil.

Kesorean harinya sepulang kerja, Hamidi menjemput mba Sal, mereka
menuju ke pusat perbelanjaan yg di dalamnya ada bioskopnya. Di dalam
bioskop, mereka tetap diam dan diam saja. Tetapi karena mba Sal mengeluh
kedinginan, Hamidi merasa kesempatannya terbuka.
“Dingin ya mba..” tanya Hamidi.
“Ha’ah … sangat dingin .. Kamu tidak kedinginan Midi?” Tanya mba Sal.
“Dingin,” jawab Hamidi sambil memegang tangan mba Sal.
“Hmmm .. dingin … Tenang mba, Midi punya ini..” kata Hamidi dan
melingkarkan tangannya di pinggang mba Sal sambil merapatkan tubuhnya.
Mba Sal sepertinya tidak peduli dengan tubuhnya yang dekat dengan pemuda
di sebelahnya. Setidaknya dia bisa menghangatkan tubuhnya dalam suasana
dingin saat itu. Pikiran Hamidi tidak sepenuhnya pada cerita film.
Sebaliknya, dia lebih fokus pada wanita istri orang yg ada di
sampingnya. Hamidi mulai membelai dan meraih pinggul mba Sal.

advertisement

Melihat mba Sal bahkan tidak peduli, dengan girang Hamidi melancarkan
rencananya. Hamidi berani mengambil langkah berikutnya. Dia mulai
menggerakkan tangannya hingga telapak tangannya sudah berada di atas
paha mba Sal. Paha istri orang berbalut kain biru tua yang halus terus
diraba dengan lembut. Sesekali jarinya mengikuti motif seperti pada kain
yg dipakai mba Sal.
Mba Sal tetap diam dan membiarkanya.. Tangan Hamidi semakin dekat dengan
selangkangan mba Sal.. Tanpa ragu sedikit pun, tangan Hamidi masuk
kedalam baju panjang mba Sal dan terus meraba area sensitif mba Sal. Mba
Sal menggerakkan sedikit tubuhnya tetapi masih belum ada tanda-tanda
penolakan. Itu membuat Hamidi merasa lebih berani meraba area sensitif
mba Sal. Tangan Hamidi merasa hangat kala sudah masuk di selangkangan
mba Sal. Meski masih terhalang pakaian dalam , Hamidi masih bisa
merasakan kehangatan memek mba Sal yang bersembunyi di balik
selangkangannya. Hamidi bersikap lebih berani lagi, dengan mencoba
meraba bagian bawah memek mba Sal, ada sedikit respons dari tubuh mba
Sal ketika jari-jari Hamidi menyentuhnya. Hamidi mencoba meraba lagi dan
kali ini menjadi lebih kuat, sehingga Hamidi dapat merasakan
jari-jarinya seolah-olah terjepit di pangkal memek mba Sal.
“Ish… Midi… jangan…” ucap mba Sal sambil menarik tangan Hamidi dan meletakan lagi di pahanya.

Hamidi terdiam untuk sementara waktu, tetapi ia tidak menyerah.
Sekali lagi Hamidi melancarkan aksinya. Tangannya terus mengusap paha
mba Sal. Rasanya begitu padat terbungkus rok panjang yang halus. Hamidi
mulai berani meraba perut mba Sal yg sedikit buncit ciri khas dari
wanita paruh baya yg sudah berumah tangga. Rabaan Hamidi semakin naik
hingga ke bukit kembar milik istri orang itu. Mba Sal diam
membiarkannya. Melihat itu, Hamidi semakin berani.. Tangannya mulai
masuk bra mba Sal dan.. Perlahan Hamidi meremas payudara mba Sal. Terasa
lembut dan lembut meskipun sudah berumur dengan ukuran yg lumayan
besar.

Hamidi bisa merasakan puting yg mulai mengeras dan payudara yg mengencang.
Mba Sal awalnya tampak normal biasa saja, tetapi lama-kelamaan Hamidi
bisa merasakan gelombang napas mba Sal yang semakin berat dan cepat di
dada wanita itu. Hamidi terus memilin puting payudara mba Sal sampai dia
melihat tangan mba Sal kuat meremas kursi bioskop. Dengan susah payah
dia menahan suara desahannya agar tidak terdengar penonton lain dengan
menggigit bibir bagian bawah.
“Eeeemmmm… Ssssttt… Eeeemm” rintihan tertahan mba Sal yg otomatis akan tambah membangkitkan gairah seks lawan jenisnya.
“Mba Sal … aku di kocok ya mba ..” Hamid berbisik di telinga mba Sal
tetapi mba Sal mengabaikannya. Hamidi menurunkan tangannya dari dada mba
Sal, lalu keluar dari baju wanita itu. Dia meraih tangan mba Sal
mengangkatnya dan menempatkannya di atas benjolan celana jinsnya yang
keras. Agak malu pada awalnya, mba Sal akhirnya memegang kontol Hamidi
meskipun dari luar celana. Kemudian mba Sal dengan keraguan dan rasa
malu yg masih ada, meremas kontol keras Hamidi dan membiarkan tangan
Hamidi di selangkangannya yang hangat untuk membelai memeknya yang
hampir 1 bulan tidak di jamah suaminya.

Hamidi senang.. kali ini tidak ada hambatan yg berati. Dia juga
meraba memek lembut mba Sal dan dia menjadi lebih dan lebih
bersemangat.. Selain dapat meraba memek istri orang yang mulai
berlendir, dia juga menikmati rasa nikmat di kontolnya dari belaian dan
kocokan sesekali remasan jemari lentik nan lembut milik mba Sal.
Mba Sal tidak tahan lagi.. Ketika Hamidi terus bermain-main dengan
klitorisnya yang membuat semakin becek memeknya. Hasrat birahi isteri
orang beranak dua itu mulai tinggi sehingga Hamidi bisa merasakannya
cairan kewanitaan membasahi tangannya.
“Midi… Kita keluar… Aja yuk..” pinta mba Sal dengan di sertai desahan lirih.
“Oke mba…” jawab Hamidi singkat.

advertisement

Dia bangkit dan menarik tangan mba Sal. Ketika mendekati pintu keluar
yg gelap, Hamidi meraih tangan mba Sal di depannya dan menahanya. Dia
berdiri di belakang wanita itu dan menempelkan penisnya di pantat yang
bahenol itu.
“Ayo cari hotel mba ..” bisik Hamidi di telinga mba Sal.
Mba Sal tidak menjawab tetapi sebaliknya ia sedikit membungkuk dan penis
keras Hamidi menempel lebih keras ke pantatnya. Hamidi semakin terbakar
nafsu kejantanannya dan tidak sabar untuk menikmati tubuh subur istri
orang itu.

Hotel murah adalah pilihan mereka.
Hamidi sudah tidak sabar untuk menikmati tubuh wanita berusia 45 tahun
itu. Meskipun sayup sayup terdengar suara orang lalulalang di luar, dia
terus memeluk tubuh mba Sal dari belakang. Tubuh sintal mba Sal di
peluknya erat. Benjolan keras di celananya berulang kali menekan pantat
mba Sal. Hamidi bernafas penuh nafsu di leher mba Sal yang tertutup
jilbab putih. Tangan Hamidi meraba perut mba Sal. Dirasa empuk dan
lembut sekali perut ibu ber anak dua ini.
Satu tangan naik ke dada dan yang lainnya ke arah selangkangan. Kedua
tangannya tidak berhenti meraba tubuh bongsor mba Sal sampai wanita itu
sendiri mendesah tanda dia sedang diliputi oleh nafsu.
“Sssssstttttt…. Uuuuuuooohhh…” suara desahan dari mulut wanita paruh baya terdengar lembut.
Tangan Mba Sal ke belakang tubuhnya mencari kontol Hamidi yang menekan
di pantatnya. Kontol Hamidi yang keras di genggamnya dan di remasnya
kuat kuat. Mba Sal membuka ritsleting celana Hamidi dan menarik penis
pemuda itu dengan mudah karena Hamidi tidak mengenakan celana dalam.
Hamidi mengerang ketika dia merasakan penisnya perlahan dan lembut di
remas mba Sal.
“Aaaagggrrrrhhhhh..”
“Di sepong ya mba..” pinta Hamidi
Mba Sal diam tanpa sepatah kata pun. Dia bahkan semakin terbakar
birahinya ketika Hamidi meraba memeknya. Mba Sal berbalik dan berdiri di
depan Hamidi. Dia mengalihkan pandangannya ke mata Hamidi sambil
menarik penis keras Hamidi ke perutnya.